PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendekatan adakalanya disamakan dengan metode
Lebih lanjut, Ratna menguraikan bahwa secara etimologis, pendekatan berasal
dari kata appropio, approach, yang diartikan sebagai jalan dan penghampiran.
Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri objek,sedangkan metode
adalah cara-cara mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data. Dengan dasar
pertimbangan bahwa sebuah penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang tersusun
secara sistematis dan metodis, maka perlu dibedakan antara metode dengan
pendekatan.
Pendekatan pada dasarnya memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi
baik dengan metode maupun teori. Dalam sebuah pendekatan dimungkinkan untuk
mengoperasikan sejumlah teori dan metode. Dalam hubungan inilah, pendekatan
disejajarkan dengan bidang ilmu tertentu, seperti pendekatan sosiologi sastra,
mitopoik, intrinsik dan ekstrinsik, pendekatan objektif, ekspresif, mimetik,
pragmatik,dan sebagainya. Definisi tersebut bersifat relatif sebab yang jauh
lebih penting adalah tujuan yang hendak dicapai sehingga sebuah pendekatan pada
tahap tertentu bisa menjadi metode.Pendekatan adalah pengakuan terhadap hakikat
ilmiah objek ilmu pengetahuan itu sendiri. Pendekatan mengimplikasikan
cara-cara memahami hakikat keilmuan tertentu.Penelitian secara keseluruhan
ditentukan oleh tujuan.Pendekatan merupakan langkah pertama dalam mewujudkan
tujuan penelitian.Pada dasarnya, dalam rangka melaksanakan suatu penelitian,
pendekatan mendahului teori dan metode.Artinya, pemahaman mengenai
pendekatanlah yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu, kemudian diikuti
dengan penentuan masalah, teori, metode, dan tekniknya.
B.
Masalah
Adapun
masalah yang dapat diambil dalam latarbelakang diatas yaitu :
1.
Apa Itupendekatan ekspresif, pendekatan mimesis, pendekatan
pragmatik, dan pendekatan objektif ?
2.
Dapat mengetahui apa
–apa yang terdapat di dalam pendekatan tersebut ?
C.
Tujuan
makalah ini bertujuan untuk :
1. Bertujuan
untuk mengetahui pengertian dan pembahasan tentang pendekatan dalam sastra.
2 Bertujuan
untuk mengetahuilangkah-langkah atau
cirri umum yang terdapat di setiap pendekatan.
BAB II
PEMBAHASAN
Empat komponen utama pendekatan sastra yang dikemukakan Abrams menjadi
bagian penting dalam teori strukturalisme.Empat pendekatan yang dimaksud adalah
(1) pendekatan ekspresif, (2) pendekatan mimesis, dan (3) pendekatan objektif.
1. Pendekatan
Ekspresif
Pendekatan ekspresif ini tidak semata-mata
memberikan perhatian terhadap bagaimana karya itu diciptakan tetapi
bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan. Wilayah
studi pendekatan ini adalah diri pengarang, pikiran dan perasaan, dan
hasil-hasil karyanya. Pendekatan inidapat dimanfaatkan untuk menggali
ciiri-ciri individualisme, nasionalisme,komunisme, feminisme, dan sebagainya
dalam karya baik karya sastra individual maupun karya sastra dalam kerangka
periodisasi.
Menurut
Abrams (1958: 22) Pendekatan ekspresif ini menempatkan karya sastra sebagai curahan,
ucapan, dan proyeksi pikiran dan perasaan pengarang.Pengarang sendiri menjadi
pokok yang melahirkan produksi persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan
perasaan-perasaan yang dikombinasikan. Praktik analisis dengan pendekatan ini
mengarah pada penelusuran kesejatian visi pribadi pengarang yang dalam paham
struktur genetik disebut pandangan dunia.Seringkali pendekatan ini mencari
fakta-fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang
secara sadar atau tidak telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut.
Dengan demikian secara konseptual dan metodologis dapat diketahui bahwa
pendekatan ekspresif menempatkan karya sastra sebagai:
(1) wujud ekspresi pengarang,
(2) produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi - persepsi,
pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya,
(3)produk pandangan dunia pengarang.
Secara metodis, langkah kerja yang dapat dilakukan melalui pendekatan
ini adalah:
(1) memerikan sejumalah pikiran, persepsi, dan perasaan pengarang yang
hadir secara langsung atau tidak di dalam karyanya,
(2) memetakan sejumlah pikiran, persepsi, dan perasaan pengarang yang
ditemukan dalam karyanya ke dalam beberapa kategori faktual teks berupa watak,
pengalaman, dan ideologi pengarang,
(3) merujukkan data yang diperoleh pada tahap (1) dan (2) ke dalam
fakat-fakta khusus menyangkut watak, pengalaman hidup, dan ideologi pengarang
secara faktual luar teks (data sekunder berupa data biografis), dan
(4) membicarakan secara
menyeluruh,sesuai tujuan, pandangan dunia pengarang dalam konteks individual maupun
sosial dengan mempertimbangkan hubungan-hubungan teks karya sastra hasil ciptaannya
dengan data biografisnya.
2. Pendekatan Mimesis
Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah
dunia pengalaman, yaitu karya sastra itusendiri yang tidak bisa mewakili
kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan.Kenyataan
di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang
berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya
benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan,
pikiran, dan sebagainya. Melalui pandangan ini, secara hierarkis karya seni
berada di bawah kenyataan.
Akan tetapi Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni dianggap sebagai dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan.
Akan tetapi Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni dianggap sebagai dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan.
Sehubungan dengan pendekatan mimesis, sebagian
ahli mengungkapkan konsep yang dipakai kaum Maxist. Menurut konsep ini konsep
imitasi harus menjadi norma dasar telaah. Kritik Marxist menyatakan bahwa dunia
fiksional teks sastra seharusnya merefleksikan realitas sosial. Lebih jauh
Segers mempertimbangkan fiksionalisasi dalam telaah teks sastra yang
berhubungan dengan pendekatan mimesis. Menurutnya, norma fiksionalitas
mengimplikasikan bahwa tanda-tanda linguistik yang berfungsi dalam teks sastra
tidak merujuk secara sastra.
Adapun John Baxter menguraikan bahwa mimesis adalah hubungan dinamis yang berlanjut antara suatu seni karya yang baik dengan alam semesta moral yang nyata atau masuk akal.
Mimesis sering diterjemahkan sebagai “tiruan”.Secara terminologis, mimesis
menandakan suatu seni penyajian atau kemiripan, tetapi penekanannya berbeda.Tiruan, menyiratkan sesuatu yang statis, suatu copy, suatu produk akhir; mimesis melibatkan sesuatu yang dinamis, suatu proses, suatu hubungan aktif dengan suatu kenyataan hidup.
Menurut Baxter, metode terbaik mimesis adalah dengan jalan memperkuat dan memperdalam pemahaman moral, menyelidiki dan menafsirkan semesta yang diterima secara riil. Proses tidak berhenti hanya dengan apa pembaca atau penulis mencoba untuk mengetahuinya. Mungkin
rentang batas yang riil dengan yang dihadirkan dapat dikhayalkan walaupun
hanya sesaat dalam kondisi riil, atau suatu perspektif pada aspek yang riil yang
tidak bisa dijangkau jika tidak dilihat.Kenyataan kadang-kadang digambarkan
berbeda karena tak sesuai dengan pandangan kenyataan yang menyeluruh.
Oleh karena itu, kenyataan tidak dapat dihadirkan dalam karya dalam cakupan yang ideal. Mimesis sama dan sebangun dengan apa yang Coleridge sebut
sebagai ‘imajinasi yang utama, yang oleh Whalley disebut sebagai hasil dari kesadaran tertinggi.
Adapun John Baxter menguraikan bahwa mimesis adalah hubungan dinamis yang berlanjut antara suatu seni karya yang baik dengan alam semesta moral yang nyata atau masuk akal.
Mimesis sering diterjemahkan sebagai “tiruan”.Secara terminologis, mimesis
menandakan suatu seni penyajian atau kemiripan, tetapi penekanannya berbeda.Tiruan, menyiratkan sesuatu yang statis, suatu copy, suatu produk akhir; mimesis melibatkan sesuatu yang dinamis, suatu proses, suatu hubungan aktif dengan suatu kenyataan hidup.
Menurut Baxter, metode terbaik mimesis adalah dengan jalan memperkuat dan memperdalam pemahaman moral, menyelidiki dan menafsirkan semesta yang diterima secara riil. Proses tidak berhenti hanya dengan apa pembaca atau penulis mencoba untuk mengetahuinya. Mungkin
rentang batas yang riil dengan yang dihadirkan dapat dikhayalkan walaupun
hanya sesaat dalam kondisi riil, atau suatu perspektif pada aspek yang riil yang
tidak bisa dijangkau jika tidak dilihat.Kenyataan kadang-kadang digambarkan
berbeda karena tak sesuai dengan pandangan kenyataan yang menyeluruh.
Oleh karena itu, kenyataan tidak dapat dihadirkan dalam karya dalam cakupan yang ideal. Mimesis sama dan sebangun dengan apa yang Coleridge sebut
sebagai ‘imajinasi yang utama, yang oleh Whalley disebut sebagai hasil dari kesadaran tertinggi.
Melalui penjabaran di atas, dapat diketahui secara konseptual dan
metodologis bahwa pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai:
(1) produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis,
(2) representasi kenyataan semesta secara fiksional,
(3) produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan
(4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.
(2) representasi kenyataan semesta secara fiksional,
(3) produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan
(4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.
Secara metodis, langkah kerja analisis melalui pendekatan ini dapat disusun
ke dalam langkah pokok, yaitu:
(1) mengungkap dan mendeskripsikan data yang mengarah pada kenyataan yang ditemukan secara tekstual,
(2)menghimpun data pokok atau spesifik sebagai variabel untuk dirujukkan ke dalam pembahasan berdasarkan kategori tertentu, sesuai tujuan, misalnya menelusuri unsur fiksionalitas sebagai refleksi kenyataan secara dinamis, dsb.
(3) membicarakan hubungan spesifikasi kenyataan dalam teks karya sastra dengan kenyataan fakta realita, dan
(4) menelusuri kesadaran tertinggi yang terkandung dalam teks karya sastra yang berhubungan dengan kenyataan yang direpresentasikan dalam karya sastra.
(1) mengungkap dan mendeskripsikan data yang mengarah pada kenyataan yang ditemukan secara tekstual,
(2)menghimpun data pokok atau spesifik sebagai variabel untuk dirujukkan ke dalam pembahasan berdasarkan kategori tertentu, sesuai tujuan, misalnya menelusuri unsur fiksionalitas sebagai refleksi kenyataan secara dinamis, dsb.
(3) membicarakan hubungan spesifikasi kenyataan dalam teks karya sastra dengan kenyataan fakta realita, dan
(4) menelusuri kesadaran tertinggi yang terkandung dalam teks karya sastra yang berhubungan dengan kenyataan yang direpresentasikan dalam karya sastra.
3. Pendekatan
Objektif
Pendekatan
objektif (Abrams, 1978: 26-29) memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, antarhubungan, dan
totalitas. Pendekatan ini mengarah pada analisis intrinsik.Konsekuensi logis
yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik,
seperti aspekhistoris, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural
lainnya, termasuk biografi. Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga
disebut analisis otonomi.Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap
unsur-unsur dengan mempertimbangkan keterjalinan antarunsur di satu pihak dan
unsur-unsur dengan totalitas di pihak lain.Konsep dasar pendekatan ini adalah
karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri dari bermacam-macam unsur
pembentuk struktur.Antara unsur-unsur pembentuknya ada jalinan erat
(koherensi).Tiap unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya melainkan
maknanya ditentukan oleh hubungan dengan unsur-unsur lain yang terlibat dalam
sebuah situasi.Makna unsur-unsur karya sasatra itu hanya dapat dipahami
sepenuhnya atas dasar tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya
sastra.Secara metodologis, pendekatan ini bertujuan melihat karya sastra
sebagai sebuah sistem dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat
bergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di dalamnya.Analisis
karya sastra melalui pendekatan ini tergantung pada jenis sastranya.Analisis
sajak berbeda dengan analisis prosa. Analisis yang digunakan terhadap saja
misalnya penelusuran lapis norma, mulai dari lapir bunyi sampai ke lapis
metafisik. Teknik analisisnya pun bisa diarahkan pada pembacaan heuristik
sampai ke tingkat pembacaan hermeneutik.Adapun terhadap prosa, sesuai dengan
sifat fiksi yang merupakan struktur cerita, analisisnya diarahkan pada struktur
ceritanya. Struktur yang dimaksud dijajaki melalui unsur-unsur pembentuknya
berupa: tema, fakta cerita (tokoh, alur, dan latar), dan sarana cerita (pusat
pengisahan, konflik, gaya bahasa, dll). Pada analisis prosa, tema dan
fakta-fakta cerita dipadukan menjadi satu oleh sarana sastra.Di dalam
analisisnya, unsur-unsur tersebut ditelusuri dan dikemukakan hubungan dan
fungsi tiap-tiap unsur.Tema berjalin erat dengan fakta-fakta dan berhubungan
erat dengan sarana sastra.
BABA III
PENUTUP
A. Simpulan
Pendekatan pada
dasarnya memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi baik dengan metode maupun
teori. Dalam sebuah pendekatan dimungkinkan untuk mengoperasikan sejumlah teori
dan metode. Dalam hubungan inilah, pendekatan disejajarkan dengan bidang ilmu
tertentu, seperti pendekatan sosiologi sastra, mitopoik, intrinsik dan ekstrinsik,
pendekatan objektif, ekspresif, mimetik, pragmatik,dan sebagainya. Definisi
tersebut bersifat relatif sebab yang jauh lebih penting adalah tujuan yang
hendak dicapai sehingga sebuah pendekatan pada tahap tertentu bisa menjadi
metode.Pendekatan adalah pengakuan terhadap hakikat ilmiah objek ilmu
pengetahuan itu sendiri.
B. Saran
Makalah
ini tidaklah begitu sempurnadan semoga dari makalah ini pembaca dapat
memberikan ktitikan dan saran supaya saya dapat menyempurkan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Imran T. 1999. “Sastra Lisan,” Makalah. Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Mada.
Abrams, M.H. The Mirror and lamp: Romantic Theory and the
Critical Tradition. New
York: The
Norton Library; W.W. Norton & Company Inc.
Chamamah. S. 2001. “Penelitian sastra
Tinjauan Teori dan Metode Sebuah Pengantar,
” Metodologi Penelitian Sastra (Jabrohim, ed.). Yogyakarta: Hanindita Graha
Widya
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
No comments:
Post a Comment