1.Pengertian
dan Sejarah Sintaksis
- Pengertian Sintaksis
Ø Kridalaksana
(2001:199) menyatakan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang mempelajari
pengaturan dan hubungan antara kata dan kata, atau antara kata dan satuan –
satuan yang lebih besar, atau antar satuan yang lebuih besar itu dalam bahasa.
Ø Ramlan
(1981) menyatakan bahwa sintaksis ialah cabang ilmu bahasa yang membicarakan
seluk – beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.
Ø Jadi sintaksis menurut kelompok kami adalah cabang
linguistik yang membahas struktur internal kalimat. Struktur internal kalimat
yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat.
Apabila dilihat dari unsur terkecilnya, yaitu kata, kata adalah
unsur pembentuk frase, frase adalah unsur pembentuk klausa, klausa adalah unsur
pembentuk kalimat, kalimat adalah unsur pembentuk wacana. Jadi wacana merupakan
satuan terkecil dalam kajian sintaksis. Oleh karena itu, kata sering disebut
sebagai satuan bahasa terkecil yang bebas dan bermakna.
1. Fungsi Sintaksis
Fungsi kajian
sintaksis terdiri dari beberapa komponen. Diantaranya adalah subjek, predikat,
objek, pelengkap dan keterangan. Dalam blog http://zieper.multiply.com/memperjelas tentang hakikat dari subjek dan predikat,
objek dan pelengkap, serta keterangan. Semuanya akan dijelaskan sebagai
berikut.
a.
Subjek dan Predikat.
1)
Subjek merupakan bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan
pertanyaan ‘Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat’. Sedangkan predikat
adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek. Predikat dapat ditentukan dengan
pertanyaan ‘yang tersebut dalam subjek sedang apa, berapa, di mana, dan
lain-lain’.
2)
Subjek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat bisa
berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.
3)
Jika diubah menjadi kalimat tanya, subjek tidak dapat diberi partikel -kah.
Predikat dapat diberi partikel -kah.
Contoh dari kalimat
yang memiliki subjek dan predikat adalah, ‘Adik sedang makan’. ‘Adik’ menduduki
fungsi subjek, sedangkan ’sedang makan’ menduduki fungsi predikat.
‘Adik(S) sedang makan(P).’
b.
Objek dan Pelengkap.
1)
Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap
berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti
nomina.
2)
Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif(memerlukan objek) atau
semi-transitif dan pelengkap mengikuti predikat yang berupa verba
intransitif(tidak memerlukan objek).
3)
Objek dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah menjadi
subjek.
Berdasar ada tidaknya
objek kalimat dibedakan menjadi kalimat transitif dan intransitif.
Kalimat transitif adalah kalimat yang memerlukan objek. Sedangkan kalimat
intransitif merupakan kalimat yang tidak memerlukan objek.
Contoh kalimat yang
memiliki objek yaitu ‘Kakak sedang memasak sayur-mayur’. ‘Kakak’ berfungsi
sebagai subjek, sedang memasak menduduki fungsi predikat dan ’sayur-mayur’
merupakan objek.
‘Kakak(S) sedang
memasak(P) sayur-mayur(O).’
Untuk kalimat yang
memiliki pelengkap adalah ‘Paman berjualan sayuran’. Subjek diduduki oleh kata
‘Paman’, ‘berjualan’ menduduki fungsi predikan dan ’sayuran’ sebagai pelengkap.
‘Paman(S) berjualan(P)
sayuran(Pel).’
c.
Keterangan.
1)
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek atau
pelengkap.
2)
Berupa frasa nomina, preposisi, dan konjungsi.
3)
Mudah dipindah-pindah, kecuali diletakkan diantara predikat dan objek atau
predikat dan pelengkap.
Contoh kalimat yang
memiliki keterangan adalah ‘Kemarin, Pak Anwar membeli buah-buahan di pasar
induk’. ‘Kemarin’ dan ‘di pasar induk’ merupakan keterangan, untuk ‘Pak Anwar’
menduduki fungsi subjek. Kata ‘membeli’ merupakan predikat dan ‘buah-buahan’
adalah fungsi objek.
‘Kemarin(Ket), Pak
Anwar(S) membeli(P) buah-buahan(O) di pasar induk(Ket)’.
2. Frasa
a. Pengertian
Dalam kajian
sintaksis, frasa adalah komponen didalamnya. Pengertian frasa sendiri
didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan,
frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak
melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Frase lazim
didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yangbersifat
non predikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat (http://imam-suhairi.blogspot.com/)
Jadi, dengan kata lain
frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi satu batas
fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek,
pelengkap dan keterangan.
Contoh frasa adalah
sebagai berikut,
1)
gedung bertingkat itu,
2)
di luar,
3)
kemarin pagi,
4)
sedang tidur,
5)
yang akan datang,
Jika contoh tersebut
diletakkan dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja. Misalnya.
1) Gedung
bertingkat itu(S) ambruk(P).
2)
Anis(S) bermain(P) di luar(Ket).
3) Kemarin
pagi(Ket), ibu(S) pulang(P).
4)
Ayah(S) sedang tidur(P).
5)
Bule(S) yang akan datang(P) lusa(Ket).
b. Jenis Frasa
Didalam frasa,
digolongkan menjadi dua jenis. Yaitu, berdasarkan persamaan distribusi dengan
unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya.
1)
Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan persamaan
distribusi dengan unsurnya (pemadunya), frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa
Endosentris dan Frasa Eksosentris.
a)
Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan
oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi
tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris
adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa(S)
diteras(P).
Kalimat tersebut tidak
bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata mahasiswa adalah unsur
pusat dari subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah frasa endosentris.
Frasa Endosentris
sendiri masih dibagi menjadi tiga.
(1) Frasa
Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah
unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat
diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh:
(a)
rumah pekarangan
(b) kakek
nenek
(c)
adik kakak
(d)
menyanyi atau menari.
(2) Frasa
Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang memiliki unsur pusat dan
mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan
unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang
bersangkutan.
Contoh:
(a) rumah besar
(b) pensil baru
(c) anak itu
(d) siang ini
(e) sedang menyanyi
(f)
sangat sedih
Kata-kata yang dicetak
miring dalam frasa-frasa di atas seperti adalah unsur pusat, sedangkan
kata-kata yang tidak dicetak miring adalah atributnya.
(3) Frasa
Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur
pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi
bagi unsur pusat yang lain.
Contoh:
Ridho, anak Pak Roma,
sedang menyanyi.
Ridho, …….sedang
menyanyi.
……….anak Pak Roma
sedang menyanyi.
Unsur ‘Ridho’
merupakan unsur pusat, sedangkan unsur ‘anak Pak Roma’ merupakan aposisi.
Contoh lain:
(a)
Solo, kota budaya
(b)
Indonesia, tanah airku
(c)
Bapak Sutarno, ayahku
(d)
Bangkit, sahabatku.
Frasa yang hanya
terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris
koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah
hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi
aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa
endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi
frasa endosentris koordinatif.
b)
Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi
dengan unsurnya. Atau dapat diartikan frase yang komponen-komponennya tidak
mempunyai prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan. Frasa ini tidak
mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak
mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah orang di
gardu.
Menurut Imam (2008),
Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
(1) Frase
Eksosentrik yang Direktif
Komponen pertamanya
berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa kata/kelompok
kata yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
di rumah
di rumah
dari pohon mahoni
demi kesejahteraan
(2) Frase
Eksosentrik yang Nondirektif
Komponen pertamanya berupa
artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan “kaum”, sedangkan
komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva atau verba.
Contoh: si kaya, para
remaja kampung
2)
Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.
Berdasarkan kategori
kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
a)
Frasa nomina, frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori
nomina. Unsur pusat frasa nomina itu berupa:
(1) nomina
sebenarnya
contoh: batu
itu untuk membangun rumah.
(2)
pronomina
contoh: mereka
itu teman saya.
(3) nama
contoh: Wisnu
itu baik.
(4)
kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
contoh:
dia malas → malas
itu merugikan
anaknya tiga
ekor → tiga itu sedikit
dia menari→ menari
itu menyenangkan
kata malas pada
kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan tiga
ekor awalnya frasa numeralia, dan kata menari yang
awalnya adalah frasa verba.
b)
Frasa Verba, frasa yang unsurpusatnya berupa kata verba. Secara morfologis,
unsur pusat frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis,
frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ’sedang’ untuk verba aktif, dan kata
’sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan
biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis,
kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat
diberi kata ’sedang’ yang menunjukkan verba aktif.
c)
Frasa Ajektifa, frasa yang unsur pusatnya berupa kata ajektifa. Unsur pusatnya
dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya.
Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Gedungnya tinggi.
d)
Frasa Numeralia, frasa yang unsur pusatnya berupa kata numeralia. Yaitu kata-kata
yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa
numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan
lain-lain.
Contoh:
lima buah
tujuh ekor
satu biji
lima belas orang.
e)
Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai
penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi)
+ Petanda (kata atau kelompok kata)
di rumah
ke depan rumah
dari kantor
untuk kami
f)
Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung
sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa
adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi)
+ Petanda (klausa, mempunyai P)
Sejak kemarin
dia terus diam(P) di situ.
Dalam buku Ilmu
Bahasa Insonesia, Sintaksis, Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa
keterangan, karena keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori
konjungsi.
Dalam praktiknya,
frasa dan kata majemuk sulit dibedakan. Banyak orang menilai kata majemuk
adalah frasa. Untuk itu perlu dijelaskan bahwa frasa dan kata majemuk itu
berbeda.
3. Klausa
a. Pengertian
Klausa ialah unsur
kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji,
113). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga
dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan
klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62). Dalam blongnya Rapih mengungkapkan
bahwa.
Klausa adalah satuan
sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya, di dalam
konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai
predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subyek, obyek, dan sebagai keterangan.fungsi
yang bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subyek dan predikat sedangkan
yang lain tidak wajib.
Sehigga dapat ditarik
kesimpulan bahwa klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya dua
fungsi sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak wajib.
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bisa juga tidak muncul
misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi.
Klausa juga berpotensi menjadi kalimat tunggal karena didalamnya terdapat unsur
sintaksis yakni subjek dan predikat.
b. Jenis Klausa
Ada tiga dasar yang
dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah (1)
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa
berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), (3)
Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF),
(4) klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat, dan (5)
klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat.
Berikut hasil
klasifikasinya:
1)
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa
berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa,
yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah
S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka
hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut
klasifikasinya:
a)
Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah
klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi
berdasarkan urutan S dan P menjadi :
(1) Klausa
versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya masih
kritis.
Gedung itu sangat
tinggi.
Sekolah itu masih
rusak.
(2) Klausa
inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Masih kritis
kondisinya.
Sangat tinggi gedung
itu.
Masih rusak sekolah
itu.
b)
Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap
yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini
yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain
dihilangkan.
2)
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik
menegatifkan P.
Unsur negasi yang
dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum,
dan jangan. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur
negasi yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan :
a)
Klausa Positif
Klausa poisitif ialah
klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Bambang seorang
pesepak bola tersohor.
Anak itu mengerjakan
PR.
Mereka pergi ke toko.
b)
Klausa Negatif
Klausa negatif ialah
klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P. Contoh :
Bambang bukan seorang
pesepak bola tersohor.
Anak itu belum mengerjakan
PR.
Mereka tidak pergi
ke toko.
Kata negasi yang
terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum
tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya,
memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausaDia
tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P
dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak mengambil sesuatu
apapun’, maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia
tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
3)
Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan kategori
frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
a)
Klausa Nomina
Klausa nomina ialah
klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina. Contoh:
Pamannya petani di
kampung itu.
Bapak itu dosen
linguistik.
b)
Klausa Verba
Klausa verba ialah
klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba. Contoh :
Dia membantu para
korban banjir.
Pemuda itu menolong
nenek tua.
Klausa ini dibagi
menjadi beberapa tipe, yakni:
(1) Klausa Transitif
Adalah klausa yang
predikatnya berupa verba transitif.
Misal: Adik menulis
surat.
(2) Klausa Intrasitif
Adalah klausa yang
predikatnya berupa verba intransitif.
Misal: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
Misal: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
(3) Klausa Refleksif
Adalah klausa yang
predikatnya berupa verba refleksif.
Misal: Kakak sedang
berdandan.
(4) Klausa Resiprokal
Adalah klausa yang
predikatnya berupa verba resiprokal.
Misal: Orang itu bertengkar sejak tadi.
Misal: Orang itu bertengkar sejak tadi.
c)
Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah
klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva. Contoh :
Paman sangat kurus.
Rumah itu sudah tua.
Ibu guru sangat baik.
d)
Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah
klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia. Contoh :
Anaknya empat orang.
Mahasiswanya sembilan
orang.
Temannya dua puluh
orang.
e)
Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona
ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa preposisiona.
Contoh :
Kertas itu di bawah
meja.
Baju saya di dalam
lemari.
Orang tuanya di
Surabaya.
f)
Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah
klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial. Contoh :
Hakim memutuskan
bahwa dialah yang bersalah.
Sudah diputuskan
bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
4)
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi klausa
berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
a)
Klausa Bebas
Klausa bebas ialah
klausa yang memiliki subjek dan predikat, sehingga berpotensi untuk menjadi
kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek
dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah
sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan
perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar
itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :
Anak itu badannya
panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita itu rumahnya di
jalan Ambarawa.
Semua orang mengatakan
bahwa dialah yang bersalah.
b)
Klausa terikat
Klausa terikat ialah
klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya
berpotensi untuk menjadi kalimat minor karena strukturnya tidak lengkap.
Kalimat minor adalah konsep yang merangkum: pangilan, salam, judul, motto,
pepatah, dan kalimat telegram. Contoh :
Semua murid sudah
pulang kecuali yang dihukum.
Semua tersangkan
diinterograsi, kecuali dia.
Ariel tidak menerima
nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
5)
Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat.
Oscar Rusmaji (116)
berpendapat mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya
dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
a)
Klausa Atasan
Klausa atasan ialah
klausa yang tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh :
Ketika ayah tiba, kami
sedang memasak.
Meskipun sedikit, saya
tahu tentang hal itu.
b)
Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah
klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang
lain. Contoh :
Dia mengira bahwa hari
ini akan hujan.
Jika tidak ada rotan,
akarpun jadi.
c. Analisis Klausa
Klasifikasi dapat
dianalisis klausa berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan fungsi
unsur-usurnya, berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya, dan
berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1)
Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari
unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur
itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa
hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdii
dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional
yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
a)
S dan P
Contoh : Budi(S) tidak
berlari-lari(P) èTidak berlari-lari(P) Budi(S)
Badannya(S) sangat lemah(P)
è Sangat lemah(P) badannya(S)
b)
O dan Pelengkap
P mungkin terdiri dari
golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal
intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila
terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti
P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan
menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
Pentas seni(S) akan
dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
c)
Keterangan
Unsur klausa yang
tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi Ket.
Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam suatu
klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S, P
dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang sekali. Hanya
sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O dan
Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P. Contoh :
Akibat banjir(Ket)
desa-desa itu(S) hancur(P)
Desa-desa itu(S)
hancur(P) akibat banjir(O)
2)
Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa
berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini itu
disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis
fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
3)
Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.
Dalam analisis
fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi S, P, O,
Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S terdiri
dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N, fungsi
Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
Fungsi-fungsi itu
disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga terdiri dari
makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi berkaitan dengan
makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain.
Widjono (2007:143) membedakan klausa sebagai berikut.
a. Klausa kalimat majemuk setara
Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif), setiap klausa memiliki
kedudukan yang sama. Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa
atau lebih yang tidak saling menerangkan. Contohnya sebagai berikut.
Rima membaca kompas, dan adiknya bermain catur.
Klausa pertama Rima membaca kompas. Klausa kedua adiknya
bermain catur. Keduanya tidak saling menerangkan.
b. Klausa kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat dibangun dengan klausa yang berfungsi
menerangkan klausa lainnya. Contohnya sebagai berikut.
Orang itu pindah ke Jakarta setelah suaminya bekerja di
Bank Indonesia.
Klausa orang itu pindah ke Jakarta sebagai klausa utama
(lazim disebut induk kalimat) dan klausa kedua suaminya bekerja di Bank
Indonesia merupakan klausa sematan (lazim disebut anak kalimat).
c. Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk
bertingkat
Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan bertingkat, terdiri
dari tiga klausa atau lebih. Contohnya seperti berikut ini.
Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin
lagi.
Kalimat di atas terdiri dari tiga klausa yaitu.
1) Dia pindah ke Jakarta (klausa
utama)
2) Setelah ayahnya meninggal (klausa
sematan)
3) Ibunya kawin lagi (klausa
sematan)
Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal. (Kalimat majemuk
bertingkat)
Ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. (Kalimat majemuk setara)
4. Kalimat
a. Pengertian
Satuan bahasa yang
secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan
yang terdiri dari klausa (Cook, 1971: 39-40) dalam (Tarigan, 1983: 5). Kalimat
adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi,
baik lisan maupun tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58).
Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang
disertai nada akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6).
Kalimat pendek menjadi
panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan
pada subjek, pada predikat, atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9)
Dapat disimpulkan
bahwa kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan
kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).
b. Jenis Kalimat
Kalimat dibedakan
berdasarkan dengan, (1) jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, (2)
jenis response yang diharapkan, (3) sifat hubungan actor-aksi, dan (4) ada
tidaknya unsur negatif pada kalimat utama.
1)
Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat dapat
dibedakan atas kalimat minor dan kalimat mayor.
a)
Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa terikat atau sama
sekali tidak mengandung struktur klausa. Kalimat ini biasa diartikan kalimat
yang klausanya tidak lengkap, hanya terdiri dari S/P/O/K saja. Kalimat minor
dibedakan atas:
(1)
Kalimat minor berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai lanjutan,
pelengkap, atau penyempurna kalimat utuh atau klausa lain yang terdahulu dalam
wacana (Samsuri, 1985:278). Berdasarkan sumber penurunnya, kalimat minor
berstruktur dibedakan atas:
(a)
Kalimat elips, yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan beberapa
bagian dari klausa kalimat tunggal.
Contoh:
Terserah saja.
(Penyelesainnya terserah kamu saja)
(b) Kalimat jawaban,
yaitu kalimat minor yang bertindak sebagai jawaban atas pentanyaan-pertanyaan.
Contoh :
(Ada yang kau bawa
itu?) Buku.
(c) Kalimat sampingan,
yaitu kalimat minor yang terjadi penurunan klausa terikat dari kalimat majemuk
subordinat.
Contoh :
Meskipun hujan. (Dia
tetap datang)
(d) Kalimat urutan,
yaitu kalimat mayor, tetapi didahului oleh konjungsi, sehingga menyatakan bahwa
kalimat tersebut merupakan bagian kalimat lain. (Samsuri, 1985:263)
Contoh: Karena itu,
harga bahan pokok naik.
(1)
Kalimat minor tak berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai akibat
pengisian wacana yang ditentukan oleh situasi, dibedakan atas:
(a) Panggilan.
Contoh: Sate!
(b) Seruan, biasanya
terdiri dari kata yang menyatakan ungkapan perasaan.
Contoh: Hai!
(c) Judul,
merupakan suatu ungkapan topik atau gagasan.
Contoh: Dampak negatif
penayangan TV.
(d) Semboyan, yaitu
uangkapan ide secara tegas, tepat dan tanpa hiasan bahasa atau kelengkapan sebuah
klausa.
Contoh: Bersatu kita
teguh, bercerai kita runtuh.
(e) Salam
Contoh: Selamat malam!
(f) Inskripsi,
yaitu kalimat minor tak berstruktur yang berisi penghormatan atau persembahan
pada awal sebuah karya (buku, lukisan dsb.).
Contoh: Untuk para pahlawan
Indonesia.
b)
Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya satu klausa
bebas. Berdasarkan jumlah klausa yang terdapat didalamnya, kalimat mayor dapat
dibedakan atas:
(1)
Kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya
menduduki: salah satu fungsi sintaksis dari klausa yang lain atau atribut dari
salah satu fungsi sintaksis klausa yang lain.
Contoh :
Yang berbaju merah
muda itu teman saya.
Orang itu wajahnya
sangat tampan.
Polisi telah mengatakan
bahwa penjahat itu kabur.
(2)
Kalimat majemuk koordinat, yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak
menduduki fungsi sintaksis dari klausa lain (Samsuri, 1985:316).
Contoh: Aku belajar di
kamar, dan ayah menonton televisi.
(3)
Kalimat majemuk rapatan, yaitu kalimat majemuk koordinatif yang
klausa-klausanya mempunyai kesamaan-kesamaan, baik kesamaan subjek, predikat
objek, maupun keterangan.
Contoh: Saya
mengerjakan bagian depan, adik bagian belakang.
2)
Berdasarkan respons yang diharapkan, kalimat dibedakan atas :
a)
Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi
tanpa mengharapkan respons tertentu.
Contoh: Saya tidak
membawa uang sama sekali.
b)
Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing respons yang
berupa jawaban. Nada akhir kalimat pertanyaan ditandai dengan tanda Tanya (?)
dalam bahasa tulisan.
Contoh: Siapa pemilik
buku itu?
c)
Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang
berupa tindakan (Samsuri, 1985:276-278). Kalimat perintah ditandai dengan tanda
seru (!).
Contoh: Marilah kita
berdoa bersama-sama!
3)
Berdasarkan hubungan aktor-aksi, kalimat dapat dibedakan atas :
a)
Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku. Subjek
kalimat aktif berperan sebagai perbuatan yang dinyatakan oleh predikat.
Predikat kalimat aktif tediri atas verba transitif dan verba intransitive.
Afiks yang digunakan dalam pembentukan kata yang berfungsi sebagai perdikat
kalimat aktif ialah meN- danber- yang dapat dikombinasikan
dengan -i atau -kan.
Contoh: Ayah
membelikan adik roti.
b)
Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita. Subjek
dalam kalimat pasif berperan sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh
predikat kalimat tersebut.
Predikat kalimat pasif
terdiri atas verba verba yang berpredikat di- yang dapat bekombinasi dengan
sufiks -i dan -kan, beprefiks ter-, berkonfiks ke-an, dan verba yang didahului
oleh pronominal persona (Samsuri, 1985:434)
Contoh: Rotinya
ditaburi keju.
c)
Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya berperan baik sebagai pelaku
maupun sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat tersebut.
Contoh: Jangan
menyiksa diri sendiri.
d)
Kalimat respirokal adalah kalimat yang subjek dan objeknya melakukan sesuatu
pebuatan yang berbalas-balasan. (Samsuri, 1985:198).
Contoh: Dua bersaudara
itu saling baku hantam.
4)
Bedasarkan ada tidaknya unsur negatif pada klausa utama, kalimat dibedakan atas
:
a)
Kalimat firmatif, yaitu kalimat yang berpredikat utamanya tidak tedapat unsur
negatif, peniadaan, atau penyangkalan.
Contoh: Di Ambalat
diresmikan monumen perbatasan.
b)
Kalimat negatif, yaitu kalimat yang predikat utamanya terdapat unsur negatif,
peniadaan, atau penyangkalan, seperti tidak, tiada (tak), bukan, jangan.
(Samsuri, 1985:250)
Contoh :
Sedikitpun aku tidak berkata
bohong.
B. Sejarah Sintaksis di Indonesia
Sintaksis
sebagai cabang ilmu bahasa yang sudah cukup lama di pelajari oleh para ahli.
Sejak tradisi yunani – latin sampai sekarang, sintaksis merupakan cabang ilmu
bahasa yang selalu menjadi fokus kajian. Sejalan dengan timbulnya berbagai
aliran di dalam ilmu bahasa, timbul pula berbagai aliran sintaksis. Karena
sintaksis merupakan bagian dari tatabahasa, pembicaraan sejarah sintaksis di
indonesia juga sejalan dengan pembicaraan sejarah tatabahasa di indonesia. Pada
umumnya, buku tatabahasa bahasa Melayu waktu itu ditulis oleh orang asing,
misalnya Werndly (1736) dan Marsden (1812). Tatabahasa bahasa Indonesia pada
awalnya ditulis menurut model tatabahasa Yunani-Latin dan didasarkan pada
kajian bahasa Melayu. Artinya, tatabahasa bahasa Indonesia tidak disusun
berdasarkan sifat, ciri, dan atau perilaku bahasa Indonesia. Walaupun bahasa
Melayu dan bahasa Indonesia itu serumpun, bahkan bahasa Indonesia itu
dikembangkan dari bahasa Melayu , saat ini kedua bahasa itu sudah banyak
memiliki ciri ,sifat dan perilaku yang berbeda. Sehubungan dengan hal itu,
dapat dinyatakan bahwa buku tata bahasa yang ditulis oleh Sasrasoeganda dan
Alisjahbana dikembngkan berdasarkan warisan konsep dari Hoilander yang mewarisi
konsep – konsep Werndly.
2. Kedudukan dan Alat – alat Sintaksis
- Kedudukan
Sintaksis
yang
dimaksud kedudukan sintaksis adalah keberadaan dan keterkaitan sintaksis
diantara cabang ilmu bahasa yang lain, yaitu fonologi, morfologi,dan semantik.
Pada umunya, dalam linguistik abad ke-19 (atau linguistik tradisional) dan
linguistik awal abad ke-20, morfologi dianggap dan diperlakukan sama dengan
tatabahasa (bauer,1988).
Perhatikan bagan berikut ini.
Sesuai dengan bagan diatas, fonologi
juga merupakan cabang ilmu bahasa yang mrngkaji seluk-beluk bunyi bahasa, yaitu
fon dan fonem.
v
Fonologi membicarakan (i) bagaimana bunyi
bahasa diciptakan, (ii) alat-alat ucap yang digunakan, (iii) bagaimana bunyi
bahasa dapat sampai kepaada telinga pendengarnya, (iv) bagaimana bunyi bahasa
mengalami dekoding sebagai pesan,dan (v) bagaimana bunyi bahasa itu berfungsi
membedakan makna.
v
Semantik sebagai cabang ilmu bahasa bertugas
membicarakan makna, baik makna lesikal maupun makna gramatikal.
v
Morfologi dan sintaksis merupakan cabang ilmu
bahasa.sebagai cabang ilmu bahasa, morfologi mengkaji bentuk atau struktur kata.
Dalam kajian sintaksis, kata menjadi satuan terkecil, sedangkan satuan
terbesarnya ialah wacana.
Sintaksis
: wacana, kalimat, klausa, dan frase.
Sedangkan morfologi : kata,dan morfem.
B. Alat – alat sintaksis
alat sintaksis adalah bahasa
atau cara yang digunakan untuk membangun konstruksi sintaksis: frase, klausa,
kalimat, dan wacana.
Kentjono (1982) dan Kridalaksana
(1988) menyebutkan empat macam alat sintaksis, yaitu urutan, bentuk kata,
intonasi, dan kata tugas. Dengan mengggunakan ke empat alat tersebut yang
berbeda – beda dapat dibentuk frase, klausa, dan atau kalimat yang berbeda –
beda. Disamping itu penggunaan urutan
yang berbeda – beda juga dapat digunakan untuk membentuk konstruksi sintaksis
yang berbeda – beda. Pemakaian kata menanam
akan menghasilkan kontruksi sintaksis yang berbeda dengan penggunaan kata ditanam. Perhatikan contoh berikut.
Petani mengambil singkong.
Singkong diambil petani.
Bagaimana
konstruksi sintaksis yang dibangun dengan kata mengambikan dan diambilkan?
Perhatikan contoh berikut ini.
Adi mengambilkan Nenek surat kabar.
Nenek diambilkan Adi surat kabar.
Sebuah
konsttruksi kalimat yang jenis dan urutan katanya sama dapat diubah menjadi
klimat-kalimat yang berbeda dengan menggunakan intonasi yang berbeda.
Perhatikan contoh.
Nenek
kembali ke Jakarta. (intonasi
berita)
Nenek
kembali ke Jakarta? (intonasi tanya)
Nenek
kembali ke Jakarta! (intonasi perintah)
Selanjutnya,
pemakaian kata tugas yang berbeda-beda juga dapat digunakan untuk menyusun
kontruksi sintaksis yang bentuk dan maknanya berbeda-beda
Ayah dan
ibu (bermakna penjumlahan)
Ayah atau
ibu (bermakna pemilihan)
3.Konstruksi dan Objek Sintaksis
- Konstruksi
Sintaksis
Konstruksi sintaksis ialah
satuan bahasa yang bermakna yang termasuk kedalam bidang sintaksis yang minimal
terdiri atas dua unsur. Oleh karena itu konstruksi sintaksis ialah konstruksi
yang mungkin berupa wacana, kalimat, klausa atau frase.
Ø Wacana
ialah konstruksi sintaksis yang pada umumnya terdiri atas kalimat – kalimat
yang mendukung sebuah gagasan yang lengkap. Wacana tulis bisa berupa paragraf
atau karangan yang utuh.
Ø Kalimat
ialah kontruksi sintaksis yang terdiri atas unsur – unsur segmental yang
mungkin berupa kata,frase, atau klausa dan unsur – unsur suprasegmental yang
berupa jeda atau kesenyapan dan intonasi. Terlepas dari beberapa jumlah kata
yang menjadi unsurnya,semua kalimat memiliki unsur suprasegmental yang berupa
kesenyapan dan intonasi perhatikan contoh.
1
|
Oh!
|
(satu kata/seruan)
|
2
|
Minggir!
|
(satu kata)
|
3
|
Sudah sampai!
|
(satu frase)
|
4
|
Para penumpang berteriak – teriak.
|
(Satu klausa)
|
5
|
Kendaraan itu menepi kemudian para penumpang
turun.
|
(dua klausa)
|
6
|
Kendaraan itu menepi, pintu segera dibuka
oleh kondektur, kemudian para penumpang turun.
|
(tiga klausa)
|
Ø Klausa
ialah konstruksi sintaksis yang minimal terdiri dari atas dua kata yang
mendukung fungsi subjek dan predikat. Klausa merupakan satuan gramatik yang
terdiri atas subjek, predikat, baik disertai objek, pelengkap, keterangan,
maupun tidak.
Konstruksi
sintaksis penumpang berteriak adalah
konstruksi klausa dengan unsur penumpang
sebagai pengisi fungsi subjek dan unsur berteriak
sebagai pengisi fungsi predikat. Konstruksi sintaksis yang disebut klausa
itu bisa terdiri lebih dari dua kata.contoh:
Subjek predikat
Penumpang berteriak
Penumpang itu terus berteriak
Ø Frase
ialah konstruksi sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak
melampaui batas fungsi (Ramlan, 1982 : 121). Artinya frase selalau terdiri atas
dua kata atau lebih. Di samping itu, frase tidak pernah melampaui batas fungsi.
Artinya, frase secara keseluruhan selalu berada didalam satu fungsi tertentu,
yaitu S,P,O,PEL,KET.
Contoh ; ibu
sedang membeli sayur di pasar.
Ø Kata
bukan merupakan konstruksi sintaksis melainkan unsur terkecil yang dapat
digunakan untuk membangun konstruksi sintaksis.
B. Objek Sintaksis
Sudah dijelaskan bahwa sintaksis
itu ilmu bahasa yang membicarakan seluk – beluk wacana, kalimat, klausa, dan
frase. Jadi objek kajian sintaksis ialah wacana, kalimat, klausa, dan frase
dengan segala permasalahannya, baik mengenai hubungan bentuk maupun hubungan
makna unsur – unsurnya. Di dalam sintaksis, kata diperlakukan sebagai satuan
terkecil pembentuk konstruksi frase, klausa, dan kalimat.
Frase, di
dalam kajian sintaksis, sekaligus sebagai objek sintaksis, diperlakukan sebagai
satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak berciri klausa
dan pada umunya menjadi unsur pembentuk klausa (cook, 1971; kentjono, 1982).
Unsur – unsur di sebuah frase itu tidak membentuk konstruksi klausa atau
menjalani fungsi S dan P walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa didalam
sebuah frase itu terdapat konstruksi klausa yang secara fungsional terdiri atas
S dan P. Contoh :
frase
|
klausa
|
Rumah besar
|
Rumah itu besar
|
Pegawai baru
|
Pegawai itu baru
|
Gudang beras itu
|
Itu gudang beras
|
Ketika adik mandi
|
Adik mandi
|
Contoh
diatas menunjukkan bahwa frase dan klausa sama-sama memiliki unsur yang berupa
kata.
Perhatikan
unsur langsung yang membentuk frase berikut ini.
frase
|
Unsur langsung 1
|
Unsur langsung 2
|
Rumah besar
|
rumah
|
besar
|
Pegawai baru
|
Pegawai
|
baru
|
Gudang beras itu
|
Gudang beras
|
itu
|
Ketika adik mandi
|
ketika
|
Adik mandi
|
Hubungan
makna antar unsur langsung yang satu dan unsu yang lain didalam konstruksi
frase itu tidak bersifat predikatif atau bukan hubungan antara subjek dan
predikat.
Berdasarkan
uraian diatas dapat dipahami bahwa unsur langsung sebuah klausa menampakan
hubungan predikatif, sedangkan unsur langsung pembentuk frase tidaklah
demikian. Perhatikan unsur langsung klausa-klausa berikut ini.
klausa
|
subjek
|
predikat
|
Rumah itu besar
|
Rumah itu
|
besar
|
Pegawai itu baru
|
Pegawai itu
|
baru
|
Itu gudang beras
|
itu
|
Gudang beras
|
Adik mandi
|
adik
|
mandi
|
Di samping
frase dan klausa, kalimat juga merupakan objek kajian sintaksis. Berbagai
bentuk kalimat yang menampakkan berbagai makna juga merupakan permasalahan yang
dikaji, dideskripsikan, diterangjelaskan oleh sintaksis. Sebagai objek
sintaksis, kalimat di perlakukan sebagai sebuah konstruksi yang memiliki dua
unsur, yaitu unsur segmental yang berupa kata, frase, atau klausa dan unsur
suprasegmental yang berupa kesenyapan atau jeda dan intonasi. Paduan antara
unsur segmental dan suprasegmental itu merupakan aspek bentuk kalimat. Unsur
segmental yang berbeda-beda itu oleh sintaksis diduga memiliki korelasi dengan
aspek makna yang berbeda – beda.
No comments:
Post a Comment