BAB I
PENDAHULUAN
A.
Arti
Penelitian Kualitatif
Istilah penelitian kualitatif menurut
Kirk dan Miller dalam (Lexy J. Moleong, 2002) pada mulanya bersumber pada
pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif.
Pengamatan kualitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu.
Untuk lebih memahami arti dari pada
penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi. Pertama,
Bongdan dan Taylor mendefinisikan metedologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang mengahasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Kedua Kirk dan Miller
mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada
manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. (Lexy J. Moleong, 2002). Terakhir, menurut
Anselm Strauss dan Juliet Corbin (2003) penelitian kualitatif diartikan sebagai
jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya.
Berdasarkan beberapa definisi tentang
arti penelitian kualitatif yang diuraikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1) penelitian kualitatif adalah penelitian yang berdasarkan data diskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang
diamati. 2) penelitian kualitatif dalam pengumpulan datanya secara fundamental
sangat tergantung pada proses pengamatan yang dilakukan oleh peneliti itu
sendiri. 3) penelitian kualitatif temuan-temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau bentuk heterogen lainnya.
B.
Ciri-Ciri
Penelitian Kualitatif
Ciri ke-1: Latar
Alamiah
Penelitian
kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada kontek dari suatu
keutuhan. Hal ini dilakukan karena latar alamiah menghendaki adanya kenyataan
sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteknya.
Ciri ke-2: Manusia
sebagai Alat (Instrument)
Dalam
penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain
merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena jika memanfaatkan
alat yang bukan yang manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagai lazim
digunakan dalam penelitian, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan
penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan.
Ciri ke-3: Analisis
Data secara Induktif
Penelitian
kualititaif menggunakan analisis data secara induktif. Analisis induktif ini
digunakan karena beberapa alasan. 1) proses induktif lebih dapat menemukan
kenyataan-kenyataan ganda sebagai yang terdapat dalam data. 2) analisis
induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti responden menjadi eksplisit,
dapat dikenal dan akontebel. 3) analisis demikian lebih dapat menguraikan latar
secara penuh dan dapat membuat keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan
kepada suatu latar lainnya. 4) analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh
bersama yang mempertajam hubungan-hubungan, dan 5) analisis demikian dapat
memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur
analitik.
Ciri k-4: Teori dari
Dasar
Penelitian
kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori subtansif yang
berasal dari data.
Ciri ke-5: Deskriptif
Data
yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Selain itu
semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.
Ciri ke-6: Lebih
Mementingkan Proses daripada Hasil
Peneliti
kualitatif lebih banyak mementingkan segi proses dari pada hasil. Hal ini
disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih
jelas apabila diamati dalam proses.
Ciri ke-7: Adanya Batas
yang Ditentukan oleh Fokus
Penelitian
menghendaki ditetapkanya batsas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang
timbul sebagai masalah dalam penelitian.
Ciri ke-8: Adanya Kriteria Khusus untuk Keabsahan Data
Penelitian
kualitatif mendefinisikan validitas, realibilitas dan objektivitas dalam versi
lain dibandingkan dengan lazim digunakan dalam penelitian kualitatif.
Ciri ke-9: Desain yang
Bersifat Sementara
Peneliti
kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus yang disesuaikan dengan
kenyataan dilapangan. Jadi tidak menggunakan desain yang telah disusun secara
ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah lagi.
Ciri ke-10: Hasil
Penelitian Dirundingkan dan Disepakati Bersama
Peneliti
kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang
diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data.
C.
Perbedaan
Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif
Adapun
perbedaan-perbedaan yang dikemukakan adalah sebagai berikut.
1. Teknik
yang Digunakan
2. Kriteria
Kualitas
3. Sumber
Teori
4. Pertanyaan
Tentang Kausalitas
5. Tipe
Pengetahuan yang Digunakan
6. Pendirian
7. Maksud
8. Instrumen
9. Waktu
Mengumpulkan Data dan Aturan Analisis
10. Desain
11. Gaya
12. Latar
13. Perlakuan
14. Satuan
Kajian
15. Unsur-Unsur
Kontekstual
D.
Model-Model
Penelitian Kualitatif
Model dapat diartikan bentuk, pola atau
jenis dari sesuatu. Noeng Muhajir (2000) mengelompokan bentuk penelitian
kualitatif kedalam enam model yaitu: 1) model interpretif Geertz, 2) model
Graounded research dari Glasser & Strauss, 3) model ethnometodologi dari
Bongdan, 4) paradigma naturalistic dari Guba & Lincoln, 5) model interaksi
simbolik dari Bumer dan, 6) model konstruktivist Goodman.
1. Model
Interpretif Greertz
Geertz (1973) sebagai
interpretif mencuri makna bukan mencari hukum, berupaya memahami bukan mencari
teori. Budaya menurut Geertz merupakan phenomena hermeneutic yang memerlukan
pemaknaan, bukan memerlukan penjelasan kausal.
2. Graunded
Research
Para ahli ilmu sosial,
khususnya para ahli sosiologi, berupaya menemukan teori berdasarkan data
empiri, bukan membangun teori secara deduktif logis.
3. Model
Ethnograpik-Ethnometodologik
Ethnograpik merupakan
salah satu model penelitian yang lebih banyak terkait dengan anthroplogi, yang
mempelajari peristiwa cultural, yang menyajikan pandangan hidup subjek yang
menjadi objek studi. Ethnometodologi merupakan metodologi penelitian yang
mempelajari bagaimana perilaku sosial dapat didiskripsikan sebgaimana adanya.
Istilah metodologi dikemukakan oleh Harold Garfnkel.
4. Model
Paradigma Naturalistik
Model paradigma
naturalistik merupakan model yang telah menemukan karakteristik kualitatif yang
sempurna.
Karakteristik tersebut
adalah:
a. Konteks
natural h.
Desain sementara
b. Istrumen
human i.
Hasil yang disepakati
c. Pemanfaatan
pengetahuan tak terkatakan j. Modus
laporan studi kasus
d. Metode
kualitatif k.
Penafsiran idiographik
e. Pengambilan
sampel secara purposive l.
Aplikasi tentative
f. Analisis
data induktif m.
Ikatan konteks terfokus
g. Grounded
theory n.
Kriteria kepercayaan
5. Model
interaksionisme Simbolik
Interaksi simbolik
memilki perspek teoritik dan orientasi metodologi tertentu. Pada awal
perkembangannya interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang perilaku
manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan masyarakat atau
kelompok.
6. Model
Konstruktivust
Konstruktivist
sebagaimana interpretif, menolak obyektivitas sebagaimana dianut oleh
positivisme, mengakui adanya fakta, adanya realitas empirik, sedangkan
konstruktivist berpendapat bahwa yang ada adalah pemaknaan kita tentang empiri
diluar diri yang kita konstruk, empirical-constructed facts, ilmu dan kebenaran
itu dibangun, sifatnya pluralistic dan plastis.
BAB II
PERUMUSAN MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF
PERUMUSAN MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF
A.
Pembatasan
Masalah Studi Melalui Fokus
Masalah dalam penelitian kualitatif
dinamakan fokus. Pada dasarnya perumusan masalah menurut Lincoln dan Guba dalam
(Lexy J. Maleong, 2002) bergantung pada paradigma apakah yang dianut oleh
seorang peneliti, yaitu apakah ia sebagai peneliti, evaluator, atau sebagai
peneliti kebijakan. Masalah adalah lebih dari seludar pertanyaan dan jelas
bebrbeda dengan tujuan. Menurut Guba msalah adalah sauatu keadaan yang
bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi
yang membingungkan.
Penetapan fokus atau masalah dalam
penelitian kualitatif bagaimanapun akhirnya akan dipastikan sewaktu peneliti
sudah berada diarea atau lapangan penelitian. Dengan kata lain walaupun rumusan
masalah sudah cukup baik dan telah dirumuskan atas dasar penelahaan kepustakaan
dan dengan ditunjang oleh sejumlah pengalaman tertentu, bisa terjadi situasi
dilapangan tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti masalah itu.
B.
Sumber
Masalah Penelitian
Ada beberapa sumber masalah yang layak
ditelusuri untuk mendapatkan masalah dalam penelitian kualitatif(Anselm Strauss
& Juliet Corbion; 2003:22) yaitu sebagai berikut.
1. Saran
dari Dosen, Peneliti Senian, Lembaga Pemberi Dana
Salah satu cara
mendapatkan masalah adalah dengan meminta saran dari salah seorang dosen,
peneliti senian atau lembaga pemberi dana. Cara pencarian seperti ini cenderung
memperbesar peluang untuk memperoleh masalah-masalah penelitian yang bisa
diteliti dan relevan.
2. Literatur
Teknis
Literatur semacam ini
bisa merangsang kita untuk melakukan penelitian melalui berbagai jalan.
Terkadang pustaka ini mengarahkan kita ke suatu bidang kajian yang relatif
belum begitu diperdalam dan bisa pula ke satu topik yang masih membutuhkan
pengembangan, pada suatu ketika dapat terlihat kontradiksi di dalam
kajian-kajian dan tulisan-tulisan yang terkumpul tersebut.
3. Pengalaman
Pribadi dan Profesi
Kedua pengalaman ini
sering menjadi seumber penentuan masalah penelitian. Dalam kehidupan
sehari-hari, orang yang bercerai belum tentu tahu mengapa orang lain juga
mengalaminya. Beberapa profesionalis suka melakukan penelitian lebih lanjut
karena terdorong oleh ambisi, ingin melakukan perbaikan.
C.
Prinsip-Prinsip
Perumusan Masalah
Adapun
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam merumuskan suatu masalah
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Prinsip
yang Berkaitan dengan Teori dari Dasar
Peneliti hendaknya
senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitiannya didasarkan
atas upaya menemukan teori dari dasar dan sebagai aturan utama. Itu berarti
bahwa masalah sebenarnya terletak dan berada ditengah-tengah kenyataan atau
fakta atau fenomena.
2. Prinsip
yang Berkaitan dengan Maksud Perumusan Masalah
Prinsip ini tentu saja
tidak membatasi peneliti yang berkeinginan menguji suatu teori yang berlaku.
Tadi telah dinyatakan bahwa perumusan masalah teori baru lebih sekedar menguji
teori yang berlaku.
Dengan demikian maka
dalam prinsip ini rumusan masalah dalam penelitian barang kali akan sekali, dua
kali atau lebih mengalami perubahaan dan penyempurnaan. Itulah salah satu ciri
khas penelitian kualitatif yang memang bersifat luwes, longgar dan terbuka.
3. Prinsip
Hubungan Faktor
Fokus atau masalah
merupakan rumusan yang terdiri atas dua atau lebih faktor yang menghasilkan
kebingungan atau tanda tanya. Definisi masalah tersebut mengarahkan kita pada
tiga aturan tertentu yang perlu dipertimbangkan peneliti pada waktu merumuskan
masalah tersebut yaitu: 1) adanya dua atau lebih faktor, 2) faktor-faktor itu
dihubungkan, 3) hasil pekerjaan menghubungkan tadi berupa keadaan yang
membingungkan sehingga menimbulkan tanda tanya yang memerlukan pemecahan atau
upaya untuk menjawabnya.
4. Fokus
Sebagai Wahana untuk Membatasi Studi
Jika hal ini terjadi
maka perumusan masalah bagi peneliti akan mengarah dan membimbingnya pada
situasi lapangan bagaimanakah yang akan dipilihnya dari berbagai lapangan yang
sangat banyak tersedia.
5. Prinsip
yang Berkaitan dengan Kriteria Inklusi-Eksklusi
Dengan demikian
penelitian dihadapkan pada beberapa hal berikut. Maslasah yang dirumuskan
secara jelas dan tegas akan merupakan alat yang ampuh untuk memilih data yang
relevan. Mungkin ada data yang menarik tetapi tidak relevan, maka data yang
demikian hanya dikeluarkan.
6. Prinsip
yang Berkaitan dengan Bentuk dan Cara Perumusan Masalah
Lexy J. Moleong
mengklasifikasikan bentuk rumusan masalah penelitian kualitatif dalam tiga
bentuk perumusan masalah yaitu : 1) secara diskusi, yakni yang disajikan secara
deksriptif tanpa pertanyaan-pertanyaan penelitian, 2) secara proposional, yakni
secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan bermakna,
3) secara gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi,
kemudian ditegaskan dalam bentuk prosposional.
7. Prinsip
Sehubungan dengan Posisi Perumusan Masalah
Yang dimaskud dengan
posisi disini tidak lain adalah kedudukan unsur-unsur rumusan masalah diantara
unsur-unsur penelitian lainnya yang erat kaitannya dengan perumusan masalah
adalah latar belakang, masalah, tujuan, dan metode penelitian.
8. Prinsip
Berkaitan dengan Hasil Kajian Kepustakaan
Sehubungan dengan hal
tersebut diatas, prinsip yang perlu dipegang oleh peneliti ialah bahwa peniliti
perlu membiasakan diri agar dalam merumuskan masalah ia senantiasa disertai
dengan kajian kepustakaan yang relevan.
9. Prinsip
yang Berkaitan dengan Penggunaan Bahasa
Pada waktu menulis
laporan atau artikel tentang hasil penelitian, ketika merumuskan masalah
hendaknya peneliti mempertimbangkan ragam pembacanya sehingga rumusan masalah
yang diajukan dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan membacanya.
D.
Bentuk-Bentuk
Perumusan Masalah
Ada
tiga bentuk perumusan masalah dalam penelitian kualitatif yaitu:
1) Secara
diskusi, 2) secara proposional, dan 3) secara gabungan bentuk diskusi dan
proposional.
1. Bentuk
perumusan masalah secara diskusi disajikan secara diskriptif tanpa
pertanyaan-pertanyaan penelitian.
2. Bentuk
perumusan masalah secara proposional, yakni secara langsung menghubungkan
faktor-faktor dalam hubungan logis dan bermakna, dalam hal ini ada yang
disajikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian.
3. Bentuk
perumusan masalah secara gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk
diskusi, kemudian ditegaskan lagi dalam bentuk proposional.
E.
Bidang
Kajian Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan
Penelitian kualitatif mempunyai tempat
tersendiri dalam bidang pendidikan mengingat sifat dan hakekat pendidikan
sebagai proses sadar tujuan dalam meningkatkan kualitas manusia dan kualitass
hidupnya sebagai manusia yang berbudaya.
Sesuai dengan penelitian kualitatif,
maka penggunaan penelitian kualitatif dalam pendidikan bertujuan untuk;
1. Mendeskripsikan
suatu proses kegiatan pendidikan berdasarkan apa yang terjadi dilapangan
sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menemukan kekurangan dan kelemahan
pendidikan, sehingga dapat ditentukan upaya penyempurnaannya.
2. Menganalisis
dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa penelitian yang terjadi
dilapangan sebagaimana adanya dalam konteks ruang dan waktu serta situasi
lingkungan pendidikan secara alami.
3. Menyusun
hipotesis berkenaan dengan konsep dan prinsip pendidikan berdasarkan data dan
informasi yang terjadi dilapangan (induktif) untuk dilakukan pengujian lebih
lanjut melalui pendekatan kuantitatif.
BAB III
TEKNIK PENELITIAN
TEKNIK PENELITIAN
A.
Sumber
dan Jenis Data
Sumnber data dalam penelitian adalah
subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi
seperti peraturan-peraturan maka peraturanlah yang mkenjadi sumber datanya
sedangkan isi peraturan adalah data penelitiannya (Zuldafrial, 2004).
Berdasarkan pendapat diatas maka sumber
data utama dalam penelitian kualitatif dapat berupa orang atau benda. Sedangkan
jenis datanya adalah kata-kata berupa lisan dan tulisan serta tindakan.
Berkaitan dengan itu Lexy M.J.Maliong (2002) membagi jenis data dalam
penelitian kualitatif kedalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis,
foto dan statistik.
1.
Kata-Kata
dan Tindakan
Kata-kata
dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan data utama.
Dan data itu dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman
vidio/audio tapes, pengambilan foto atau filem.
2.
Sumber
Tertulis
Walaupun
dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan merupakan sumber data kedua,
jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Dilihat dari segi sumber data, bahan
tambahan berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah
ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.
3.
Foto
Sekarang
ini foto sudah lebih banyak dipakai sebagai sumber data untuk penelitian
kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan. Foto menghasilkan
data diskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah
segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif. Ada dua
kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto
yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.
4.
Data
Statistik
Penelitian
kualitatif sering juga menggunakan data statistik yang telah tersedia sebagai
sumber data tambahan bagi keperluannya. Statistik misalmnya dapat membantu
memberi gambaran tentang kecendrungan subjek pada latar penelitian.
B.
Peranan
Manusia Sebagai Instrumen Penelitian dan Pengamatan Berperanserta
Ciri khas penelitian kualitatif tidak
dapat dilepaskan dari pengamatan berperan serta, namun peranan penelitianlah
yang menentukan keseluruhan skenarionya. Kedua hal tersebut diuraikan dalam
bagian ini secara berturut-turut.
1.
Pengamatan
Berperanserta
Bogdan mendefinisikan
secara tepat pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan
interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek
dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan
dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.
2.
Manusia
Sebagai Instrumen Penelitian
Kedudukan peneliti
dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana,
pelaksana pengumpuln data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia
menjadi pelapor hasil penelitiannya. Ada tiga hal yang akan dibahas disini
yaitu mencakup ciri umum, kualitas yang diharapkan, dan kemungkinan peningkatan
manusia sebagai instrumen.
a. Ciri-Ciri
umum Manusia Sebagai Instrumen
Ciri-ciri umum manusia
sebagai instrumen mencakup segi;
1) Responsif
2) Dapat
menyesuaikan diri
3) Menekankan
keutuhan
4) Mendasari
diri atas perluasan pengetahuan
5) Memproses
data secepatnya
6) Memanfaatkan
kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan
7) Memanfaatkan
kesempatan untuk mencari respon yang lazim dan idiosin kratik
b. Kualitas
Pribadi Peneliti
Peneliti
kualitatif akan senantiasa berhubungan dengan subjeknya. Hubungan yang
memerlukan kualitas pribadi peneliti terutama pada waktu proses wawancara
terjadi. Kualitas pribadi yang bagaimanakah yang diharapkan peneliti agar
proses wawancara itu berlangsung dengan lancar dan seluruh informasi yang
diharapkan dapat diberikan secara sukarela oleh yang diwawancara.
c. Peningkatan
Kemampuan Peneliti sebagai Instrumen
Caranya
adalah dengan melatih kemampuan seperti dimaksud diatas secara khusus dalam
situasi buatan atau situasi kelinis. Yang dilatih adalah kemampuan mengadakan
wawancara, melakukan pengamatan pada berbagai macam situasi, melatih cara
mendengarkan dan hali itu dilakukan sebaiknya atas bimbingan orang yang berpengalaman.
C.
Pengamatan
Beberapa
pokok persoalan yang dibahas disini mencakup;
1.
Alasan
Pemanfaatan Pengamatan
Ada beberapa alasan
mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar besarnya
seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln dalam (Lexy J. Maleong, 2002)
sebagai berikiut:
Pertama, teknik
pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.
Kedua, teknik
pengamatan jjuga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat
perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
Ketiga, pengamatan
memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan
pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
Keempat, sering terjadi
ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang
menceng atau bias.
Kelima, teknik
pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.
Keenam, dalam
kasus-kasus tertentu diamana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan,
pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.
2.
Macam-Macam
Pengamatan dan Derajat Peranan Pengamat
Pengamatan dapat
dikelafikasikan atas pengamatan melalui cara berperan serta dan yang tidak
berperan serta. Pengamatan dapat pula dibagi atas pengamatan terbuka dan
pengamatan tertutup. Pengamatan dapat pula dibagi atas pengamatan pada latar
alamiah dan pada latar buatan.
Adapun peranan peneliti
sebagai pengamat dapat dikelasifikasikan sebagai berikut.
a. Berperan
serta secara lengkap
b. Pemeran
serta sebagai pengamat
c. Pengamat
sebagai pemeran serta
d. Pengamat
penuh
3.
Pengamatan
dan Pencatatan data
Pada saat ini banyak
alat elektronik yang dapat digunakan sebagai pengganti alat pengamatan oleh
manusia. Penggunaan vedio-recorder adalah yang paling menonjol. Kegunaannya
cukup banyak maupun kelemahannnya juga ada.
Melihat kelemahan dan
kemampuan rata-rata peneliti, pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sendiri
masih tetap besar peranannya dalam dunia penelitian. Beberapa petunjuk penting
diberikan oleh Guba dan Lincoln dalam (Lexy J. Maleong, 2002) mengenai
pembuatan catatan sebagai berikut.
a) Buatlah
catatan
b) Buku
harian pengalaman lapangan
c) Catatan
tentang satuan-satuan tematis
d) Catatan
kronologis
e) Peta
konteks
f) Taksonomi
dan sistem kategori
g) Jadwal
h) Sosiometrik
i)
Panel
j)
Balikan melalui kuesioner
k) Balikan
melalui pengamatan lainnya
l)
Daftar cek
m) Alat
elektronik
n) Alat
yang dianamakan “topeng steno”
4.
Beberapa
Kelemahan Pengamatan
Pada
pelaksanaan pengamatan baik dari segi praktisnya maupun dari segi pengamatan
sendiri, terdapat beberapa kelemahan yang dikemukakan berikut.
Segi teknik
pelaksanaannya, kelemahan pengamatan terletak beberapa hal. Pertama, pengamat
terbatas dalam mengamati karena peranan dan kedudukannya dalam kelompok,
hubungannya dengan anggota dan yang semacamnya. Kedua, pengamat yang berperan
serta sering sukar memisahkan diri walaupun hanya sesaat untuk membuat catatan
hasil pengamatannya. Ketiga, hail pengamatan berupa sejumlah besar data sering
sukar dan sangat memakan waktu untuk menganalisisnya. Dipihak lain dari segi
pengamat sendiri, sukar sekali untuk mengatasi hal itu jika padanya tidak ada
umpan balik.
D.
Wawancara
Pembahasan
tentang wawancara akan mempersoalkan tentang;
1.
Pengertian
dan Macam-Macam Wawancara
Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud mengadakan wawancara antara
lain adalah untuk mendapatkan informasi mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, perasaan, motivasi tuntutan, kepedulian dan lain-lain.
Ada
beberapa macam cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan dalam
kepustakaan. Disini dikemukakan cara pembagian menurut Patton (dalam Lexy
J.Maleong 2002) sebagai berikut;
a. Wawancara
Pembicaraan Informal
Pada jenis wawancara
ini pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara itu sendiri,
jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada yang
diwawancara. Wawancara demikian dilakukan pada latar alamiah.
b. Pendekatan
Mengenai Petunjuk Umum Wawancara
Jenis wawancara ini
mengaharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang
ditanyakan dalam proses wawancara.
c. Wawancara
Baku terbuka
Jenis wawancara ini
adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Untuk
pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajian pertanyaannya pun sama untuk
setiap responden.
2.
Bentuk-Bentuk
Pertanyaan
Patton memberikan enam
jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara akan
terkait dengan salah satu pertanyaan lainnya.
a. Pertanyaan
yang Berkaitan dengan Pengalaman atau Perilaku
b. Pertanyaan
yang Berkaitan dengan pendapat atau Nilai
c. Pertanyaan
yang Berkaitan dengan Perasaan
d. Pertanyaan
tentang pengetahuan
e. Pertanyaan
yang Berkaitan dengan Indera
f. Pertanyaan
yang Berkaitan dengan latar Belakang atau Demografi
3.
Pentataurutan
(sequencing) Pertanyaan
Tata
cara pentataurutan pertanyaan menurut Guba dan Lincoln dalm (Lexy J. Moleong,
2002) adalah; a) tata urut bentuk cerebong, b) kebalikan bentuk cerebong, c)
rencana kuintamensional. Pada tataurutan bentuk cerebong
pertanyaan-pertanyaannya dimulai dari segi yang umum mengarah kepada yang
khusus. Tata urut bentuk kebalikan dari cerebong adalah yang cara penyusunan
pertanyaan terbalik jika dibandingkan dengan bentuk cerebong. Cara
pentataurutan kuintamensional adalah cara memfokuskan pertanyaan dari demensi
kesadaran deskriptif menuju demensi-demensi afektif, perilaku, perasaan, tau
sikap.
4.
Perencanaan
Wawancara
Perencanaan
wawancara adalah persiapan yang dilakukan oleh pewawancara sebelum wawancara
dilaksanakan. Persiapan wawancara tak terstruktur sudah dapat diselenggarakan
menurut tahap-tahap tertentu. Pertama ialah menemui siapa yang akan
diwawancarai. Kedua adalah mencari tahu bagaimana cara yang sebaiknya untuk
mengadakan kontak dengan mereka.
5.
Pelaksanaan
dan Kegiatan Sesudah Wawancara
Pembicaraan disini
berkenaan dengan;
a. Pelaksanaan
Wawancara
Pelaksanaan
wawancara menyangkut pewawancara dengan yang diwawancara. Kedua berhubungan
dengan mengadakan percakapan dan pewawancaralah yang berkepentingan sedangkan
yang diwawancara bersifat membantu.
b. Strategi
dan Taktik Berwawancara
Kadang-kadang
yang diwawancarai itu memberikan jawaban yang tidak berkaitan dengan
pertanyaan. Jika persoalan demikian yang
dihadapi, taktik mengadapinya terletak pada persoalan mendengarkan dan
memperhatikan dengan memanfaatkan gerakan-gerakan tertentu.
c. Pencatatan
Data Wawancara
Pencatatan
data selama wawancara penting sekali karena data dasar yang akan dianalisis
didasarkan atas “kutipan” hasil wawancara. Setelah atau selama wawancara
melakukan pewawancara perlu membuat “transkip”. Transkip ialah salinan hasil
wawancara dalam pita suara ke dalam ketikan di atas kertas. Jika tape recorder
yang digunakan, pewawancara cukup mencatat frase-frase pokok saja sehingga
akhirnya menjadi sebuah daftar butir pokok yang berupa kata-kata kunci yang
dikemukakan oleh yang diwawancarai.
d. Kegiatan
Sesudah Wawancara
Kegiatan
sesudah wawancara berakhir cukup penting artinya bagi pewawancara dalam rangka
pengecekan keabsahan data. Selain itu pewawancara hendaknya menggunakan waktu
itu untuk mengecekkan kualitas datanya. Pertama-tama periksalah apakah tape
recorder berfungsi dengan baik atau tidak.
Catatan
lain tentang wawancara perlu pula dilakukan seperti diamana wawancara
dilakukan, siapa yang hadir, bagaimana reaksi yang diwawancarai, bagaimana
peranan wawancara sendiri, dan hal apa saja yang dapat dicatat untuk memperkaya
konteks wawancara.
e. Sumber
Kesalahan dalam Melaporkan Hasil Wawancara
Kesalahan dalam
melaporkan hasil wawancara dapat dicari dari sumber-sumber sebagai berikut
(Sutrisno Hadi, 1979):
1. Error of Recognition
2. Error of Omission
3. Error of Addition
4. Error of Substitution
5. Error of Transposision
E.
Dokumentasi
Bagian
ini akan membahas empat pokok persoalan yaitu:
1.
Pengertian
dan Kegunaan
Dokumentasi
dari asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Akhir-akhir ini
orang membedakan dokumen dan record. Guba dan Lincoln (Lexy J. Maleong, 2002)
mendefinisikan seperti berikut ini. Record adalah setiap pernyataan tertulis
yang disusun seseorang atau lembaga untuk keperluan suatu pengujian suatu
peristiwa atau menyajikan akunting. Dokumen adalah setiap bahan tertulis
ataupun filem, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya
permintaan seorang penyidik.
Dokumen
dan record digunakan untuk keperluan penelitian, menurut Guba dan Lincoln dalam
(Lexy J. Maleong, 2002) karena
alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti berikut:
a. Dokumen
dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong
b. Berguna
sebagai bukti untuk suatu pengujian
c. Keduanya
berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah,
sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.
d. Record
relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus dicari dan
ditemukan
e. Keduanya
tidak relatif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
f. Hasil
pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tumbuh
pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
2.
Dokumen
Pribadi
Dokumen
pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang
tindakan, pengalaman, dan kepercayaan. Maksud mengumpulkan dokumen pribadi
ialah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai
faktor di subjek penelitian. Diantara berbagai dokumen pribadi yang dibahas disini
hanyalah tiga buah yang dimintakan oleh peneliti untuk disusun.
a. Buku
Harian
b. Surat
Pribadi
c. Autobiografi
3.
Dokumen
Resmi
Dokumen
resmi terdiri atas dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal
berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu
yang digunakan dalam kalangan sendiri.
Dokumen
eksternal berisi bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembag sosial,
misalnya majalah, bulletin, pernyataan dan berita yang disiarkan kepada media
massa.
BAB IV
KRITERIA DAN TEKNIK
PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA
A.
Kriteria
Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan padanan dari
konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi
penelitian kualitatif dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan
paradigmanya sendiri.
Untuk menetapkan keabsahan data
diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas
sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu 1) derajad
kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3) kebergantungan
(dependability) dan 4) kepastian (confrimability).
Penerapan kriteria derajad kepercayaan,
pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari penelitian kuantitatif.
Kriteria keteralihan berbeda dengan validitas eksternal dari penelitian
kuantitatif. Keteralihan sebagai
persoalan empiris, bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan
penerima. Kriteria kebergantungan merupakan subtitusi istilah reliabilitas
dalam penelitian kuantitatif. Konsep kebergantungan lebih luas dari
reliabilitas. Kriterium kepastian berasal dari lonsep obyektivitas menurut
penelitian kuantitatif.
Jika penelitiaan kuantitatif menekankan
pada instrumen penelitian, maka penelitian alamiah menghendaki agar penekanan
bukan pada instrumen, melainkan pada data. Dengan demikian kebergantungan itu
bukan lagi terletak pada instrumen penelitian seperti pada data kuantitatif,
melainkan pada datanya sendiri. Jadi isunya disini bukan lagi berkaitan dengan
indikator dalam variabel, melainkan berkaitan dengan ciri-ciri data. Dapatkah
data itu dipastikan.
B.
Teknik
Pemeriksaan Keabsahan Data
1.
Kredibilitas.
Untuk memastikan apakah data yang dikumpulkan itu
kredibel, maka ada beberapa teknik yang dapat dipergunakan. Noeng Muhadjir
(2000) mengemukakan ada lima teknik yang dipakai untuk menguji kredibilitas
suatu studi dalam penelitian kualitatif yaitu; a) menguji terpecayanya temuan,
b)pertemuan pengarahan dengan kelompok peneliti untuk mengatasi bias, dan
lain-lain, c) analisis kasus negatif yang fungsinya untuk merevisi hipotesis,
d) menguji hasil temuan tentative dan penafsiran dengan rekaaman video, audio,
photo atau semacamnya dan e) mengakaji temuan pada kelompok-kelompok dari mana
kita memperoleh datanya. (Noeng Muhadjir, 2000). Sedangkan menurut Lexy J.
Maleong (2002) teknik pemeriksaan data tersebut terdiri dari; a) perpanjangan
keikutsertaan, b) ketekunan pengamatan, c) triangulasi, d) pemeriksaan sejawat
melalui diskusi, e) kecukupan refrensi, f) pengecekan anggota. Dibawah ini
diuraikan teknik-teknik tersebut:
a. Perpanjangan
Waktu Penelitian
Perpanjangan waktu
penelitian adalah istilah yang penulis pergunakan yang mengandung makna yang
sama dengan istilah perpanjangan keikutsertaan yang menurut Lexy J. Maleong. Pertama, peneliti dengan perpanjangan
waktu penelitian akan dapat menguji ketidak beneran informasi yang disebabkan
oelh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri, maupun dari responden dan
membangun kepercayaan subjek. Kedua,
perpanjangan waktu penelitian juga dimaksudkan untuk membangun kepercayaan para
subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.
b. Ketekunan
Pengamatan
Ketekunan pengamatan
bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci.
c. Triangulasi
Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzim
dalam (Lexy J. Maleong, 2002), membedakan empat macam triagulasi sebagai teknik
pemeriksaan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Triangulasi dengan
teori, menurut Lincoln dan Guba dalam (Lexy J. Maleong, 2002) berdasarkan
anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya
dengan ssatu atau lebih teori.
d. Pemeriksaan
Sejawat Melalui Diskusi
Teknik ini dilakukan
dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk
diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Teknik mengandung bebrapa maksud
sebagai salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data. Pertama, untuk membuat
agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Kedua, diskusi
dengan sejawat ini memberikan suatu kesempatan awal yang baik untuk mulai
menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari pemikiran peneliti.
e. Analisis
Kasus Negatif
Teknik analisis kasus
negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan comtoh dari kasus yang tidak sesuai
dengan pola danj kecenderung informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan
sebagai bahan pembanding.peserta yang tidak menyelesaikan program dan
meninggalkan latihan sebelum waktunya diambil sebagai kasus untuk meneliti
kekurangan program latihan tersebut. Kasus negatif demikian untuk menjelaskan
hipotesis alternatif sebagai upaya meningkatkan argumentasi.
f. Pengecekan
Melalui Dara Rekaman
Film, video tape, video
kamera, tape recorder, kamera photo atau handycam misalnya dapat digunakan
sebagai alat perekam yang datanya dimanfaatkan untuk menguji kredibilitas hasil
penelitian. Jadi bahan-bahan yang tercatat atau terekam itu dapat digunakan
sebagai patokan untuk menguji sewaktu-waktu diadakan analisis dan penafsiran
data.
g. Pengecekan
Melalui Anggota peneliti
Pengecekan dengan
anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam
pemeriksaan derajat kepercayaan. Pengecekan anggota dapat dilakukan baik secara
formal maupun secara tidak formal. Banyak kesempatan tersedia untuk mengadakan
pengecekan anggota, yaitu setiap hari pada waktu peneliti bergaul dengan para
subjek. Teknik bagaimanapun ada kelemahannya. Misalnya anggota yang terlibat
itu berasal dari satu kubuyang sengaja mau menghancurkan hasil penemuan atau
sengaja membelokan penemuan karena tidak sesuai dengan kebijaksanaan yang
selama ini berlangsung.
2.
Transferbilitas.
Usaha membangun keteralihan dalam membangun penelitian kualitatif jelas
sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif dengan validitas
eksternalnya.teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya
sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti mungkin yang menggambarkan konteks
tempat penelitian diselenggarakan. Uraiannya harus mengungkapkan secara khusus
sekali segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar ia dapat memahami
penemuan-penemuan yang diperoleh.
3.
Dependendabilitas.
Untuk menyakinkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan
itu realiabel sebagaimana dalam konsep penelitian kuantitatif, maka dilakukan
dengan cara auditing kebergantungan. Hal ini dilakukan baik terhadap proses
maupun terhadap hasil atau keluaran dalam pemeriksaan terhadap kriteria
kebrgantungan terdapat beberapa langkah. Pertama, tema auditor berurusan dengan
kecukupan inquiry dan pemanfaatan metodeloginya. Juga auditor perlu menelaah
sejauh manakah seluruh data telah dimanfaatkan dalam analisis dan sejauh
manakah setiap bidang yang tercakup secara beralasan sudah ditelaah oleh si
peneliti? Sejauh manakah tindak tanduk peneliti dipengaruhi oeleh persoalan
praktis seperti karena pengaruh subjek? Sejauhmanakah peneliti menemukan kasus
negatif dan data positif? Pengaruh perasaan dan emosi dari pihak peneliti perlu
pula diperiksa. Terakhir unsur-unsur rancangan penelitian yang muncul dari
penelitian agar juga diperiksa dan auditor juga hendaknya mencatat jika
sekiranya terjadi hambatan dan ketidak stabilan.
4.
Confirmabilitas.
Untuk mendapatkan data yang obyektif, juga dilakukan
dengan cara auditing kepastian data. Pertama-tama auditor perlu memastikan
apakah hasil penemuannya itu benar-benar berasal dari data. Sesudah itu auditor
berusaha membuat keputusan apakah secaralogis kesimpulan itu ditarik dan
berasal dari data. Auditor juga perlu melakukan penilaian terhadap derajat
ketelitian peneliti apakah ada kemencengan, memperhatikan terminology peneliti
apakah dilakukan atas dasar terori dari dasar, apakah terlalu berlebihan
menonjolkan pengetahuan apriori peneliti dalam konseptualisasi penemuan dan
menelaah apakah ada atau tidak intropeksi. Terakhir auditor menelaah kegiatan
peneliti dalam melaksanakan pemeriksaan keabsahan data, misalnya bagaimana
peneliti mengadakan triagulasi, analisis kasus negatif dan lain-lain dengan
memadai.
sangat bermanfaat
ReplyDeleteterima kasih
sangat membantu
ReplyDelete