Social Icons

Pages

Thursday, December 13, 2012

analisis wacana - wacana lisan pola ahli tutur percakapan


BAB I
PENDAHULUAN
A.                 Latar Belakang
            Alih tutur merupakan syarat percakapan yang penting karena peralihan tutur itu menimbulkan pergantian peran serta dalam percakapan. Dalam percakapan sehari-hari, pengaturan peralihan tutur tidak pernah ditemukan. Peralihan tutur bergantung pada budaya pemakai bahasa. Meskipun demikian, peralihan tutur itu mengikuti suatu kaidah dasar yang dirumuskan sebagai berikut: (1) jika pergantian tutur itu telah ditentukan dengan menunjuk pembicara berikutnya, peserta yang ditunjuk itulah yang berhak untuk berbicara pada giliran berikutnya; (2) jika pergantian tutur tidak ditentukan sebelumnya, peserta percakapan itu akan menentukan sendiri siapa yang harus berbicara pada giliran setelah pembicara terdahulu memberikan kesempatan pada peserta lainnya, dan; (3) jika pergantian tutur tidak ditentukan sebelumnya dan peserta lain tidak mengambil inisiatif untuk menjadi pembicara, pembicara terdahulu dapat melanjutkan pembicaraannya. Kaidah ideal tersebut tidak selalu berlaku dalam kenyataan percakapan.

B.                 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dijelaskan di atas terdapat beberapa masalah, yaitu :
1.                  Pengertian ahli tutur?
2.                  Model ahli tutur dalam percakapan di kelas?
3.                  Pasangan ujaran terdekat?
4.                  Apa saja yang terdapat di dalam alih tutur dalam percakapan sehari –hari?

C.                 Tujuan
Dari beberapa rumusan yang telah diketahui ada beberapa yujuan yang akan dicapai :
1. Mengerti tentang  wacana lisan dalam percakapan.
2. Memahami tentang apa – apa saja yang terdapat di wacana lisan pola ahli tutur.

D. Manfaat penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini mencakup beberapa yang terkait diantaranya sebagai berikut :
1.Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau  masukan tentang analisis wacana. Analisis wacana sangat bermanfaat bagi mahasiswa calon guru.
2.Bagi Masyarakat umum
Sebagai bahan bacaan yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang analisis wacana. Dan serta untuk menambahkan peran aktif masyarakat dalam pendidikan.












BAB II
PEMBAHASAN
1.                  Pengertian Ahli Tutur
      Alih tutur (turn taking) dalam suatu pertukaran dalam percakapan sangat penting. Terjadinya peralihan tutur merupakan syarat percakapan yang penting (Howe, 1983), karena peralihan tutur itu akan menimbulkan pergantian peran peserta dalam percakapan. Hal itu sesuai dengan pendapat sack (dalam Hawe, 1983 : 3-12) yang menyatakan bahwa percakapan itu dapat terjadi apabila ada beberapa orang saling bergantian berbicara. Percakapan melibatkan beberapa orang, tetapi tidak terlalu banyak melibatkan orang.
      Dalam suatu percakapan orang dewasa, pada umumnya, para peserta telah mengetahui tentang suatu konvensi siapa yang seharusnya berbicara, kapan harus berbicara, dan berapa lama waktu yang digunakan berbicara ( Richards dan schmidt, 1983). Dalam percakapan alamiah sehari –hari, pengaturan peralihan tutur itu tidak pernah ditemukan. Menurut Richards dan Schmidt (1983 : 141-142), peralihan tutur dalam masyarakat ada beberapa variasi. Peralihan tutur dikatakannya tergantung pada budaya pemakai bahasa. Dicontohkan, perbedaan ahli tutur yang terjadi pada anak – anak bangsa Amerika dan anak – anak Fiji keturunan India. Alih tutur yng terjadi dalam percakapan itu ditentukan oleh kemauan dan tanggung jawab peserta percakapan untuk mengembangkan percakapan.
      Menurut Sack , peralihan tutur mengikuti suatu kaidah dasar. Kaidah dasar itu dirumuskan sebagai berikut. Pertama, jika pergantian tutur itu telah ditentukan dengan menunjuk pembicara berikutnya, peserta yang ditunjuk itulah yang berhak untuk berbicara pada giliran berikutnya. Kedua, jika pergantian tutur tidak ditentukan sebelumnya, peserta percakapan itu akan menentukan sendiri siapa yang harus berbicara pada giliran berikutnya, setelah pembicara yang terdahulumemberikan kesempatan pada peserta lainnya. Ketiga, jika pergantian tutur tidak ditentukan sebelumnya dan peserta yang lain tidak mengambil inisiatif untuk menjadi pembicara, pembicara terdahulu dapat melanjutkan pembicaraannya.


2.                  Model Ahli Tutur dalam Percakapan dikelas
            Allwright (1980 ; 168-169) dalam meneliti pergantian tutur dikelas menemukan pergantian tutur yang tidak memenuhi kaidah tersebut. Dalam penelitiannya, Alwright membedakan pola ahli tutur dari dua sudut pandang. Pertama, ahli tutur dipandang dari segi pendengarnya, yaitu cara pendengar untuk mengambil giliran bicara. Disini ahli tutur dilihat dari usaha pendegar angkat bicara. Berdasarkan usaha pendengarnya, pergantian tutur dinamai pengambilan giliran (turn getting).
Selanjutnya, dari segi pembicara peralihan tutur dinamai pemberian giliran (turn giving). Untuk menunjukan pola peralihan dari segi pembicara tersebut, Alwright (1980) menggunakan simbol sebagai berikut.
(1)               – (tanda hubung): memberikan kesempatan pada peserta lain yang menginterupsi.
(2)               0: memberikan giliran tanpa diminta, baik pada khalayak umum atau pribadi.
(3)               P: menerima secara pribadi penutur berikutnya.
(4)               G: meminta pada khalayak umum.
            Dalam percakapan sehari – hari, pola seperti yang dikemukakan Allwright diatas jarang dijumpai. Kategori yang dikemukakan di atas tidak semuanya dijumpai pada ahli tutur dalam percakapan sehari – hari. Menurut Richards dan Schmidt (1983;141-142), dalam percakapan sehari –hari, terdapat kaidah ahli tutur yang paling mendasar. Dikatakannya, apabila dalam suatu percakapan ada satu orang yang sedang berbicara, peserta yang lain seharusnya tidak berbicara. Dengan kata lain, pada satu waktu dalam percakapan, hanya ada satu pembicara.
3.                  Pasangan Ujaran Terdekat
       Pola peralihan yang menggunakan pasangan ujaran terdekat itu banyak digunakan oleh pada peserta percakapan. Menurut Cook(1989:53-57), pasangan ujaran terdekat itu terjadi apabila ujaran seseorang dapat membuat atau memunculkan suatu ujaran lain sebagai tanggapan. Sebagai contoh, ujaran yang berupa salam akan memunculkan tanggapan yang berupa salam; ujaran panggilan akan memunculkan tanggapan yang berupa jawaban, dan sebagainya. Selanjutnya, Cook menjelaskan bahwa agar dapat memberikan tanggapan yang sesuai dengan ujaran yang dikemukakan sebelumnya, seseorang peserta harus terlibat dalam penilaian setiap ujaran mitra tuturnya sehingga yang bersangkutan dapat menanggapi ujaran tersebut secara tepat.
            Pasangan ujaran terdekat itu terdiri atas dua ujaran. Ujaran pertama merupakan ujaran penggerak atau pemicu ujaran kedua. Ujaran kedua merupakan tindak lanjut atau tanggapan atas ujaran pertama. Untuk itu Cook (1989:54) membedakan ujran tanggapan (ujaran kedua) menjadi dua macam, yaitu ujaran yang disukai dan tidak disukai. Namun Cook mengingatkan bahwa kriteria untuk menentukan jenis tanggapan tersebut bersifat tidak mutlak.
Hubungan antara ujaran pertama dan kedua dalam kaitannya dengan dua jenis tanggapan dapat ditabelkan sebagai berikut.
Fungsi Ujaran Pertama
Ujaran Kedua
Disukai
Tidak Disukai
1.      Permintaan
2.      Penyampaian
3.      Penilaian
4.      Pertanyaan

5.      kutukan
Pengabulan
Penerimaan
Persetujuan
Jawaban yang diharapkan

Penolakan
Penolakan
Penolakan
Tidak setuju
Jawaban yang tidak diharapkan
penerimaan
            Perbedaan ujaran tanggapan dengan dua sisi (dikotomi) diatas sebenarnya sulit untuk diterima. Dalam kenyataan sehari – hari, ujaran tanggapan itu mempunyai beberapa kemungkinan tafsiran, misalnya sebuah pujian mungkin akan ditanggapi dengan pelbagai kemungkinan seperti penerimaan, persetujuan, pergeseran, dan pembalikan seperti contoh di bawah ini.
A : “Bajumu bagus sekali!”                                    (pujian)
Kemungkinan tanggapannya :
B : “Terima kasih.”                                                (penerimaan)
B : “Ya, memang ini bagus.”                                 (persetujuan)
B : “Ah, jangan begitu inikan baju bekas.”            (penolakan)
B : “Ibu saya yang membelikan ini.”                     (penggeseran)
B : “Terima kasih. Saya juga suka model
      bajumu.”                                                          (pengembalian)
            Richards dan Schmidt (1983:127-130) mendeskripsikan beberapa kemungkinan pasangan ujaran tersebut. Dibawah ini di contohkan beberapa kemungkinan pasangan ujaran terdekat.
(1)               Salam diikuti salam
(2)               Panggil diikuti jawab
(3)               Tanya diikuti jawab
(4)               Salam pisah diikuti salam jalan
(5)               Menuduh diikuti (a) mengakui, (b) mengingkari, (c) membenarkan, (d) memaafkan                     diri, (e) menantang
(6)               Menawari diikuti (a) menerima dan (b) menolak
(7)               Memohon diikuti (a) mengabulkan, (b) menangguhkan, (c) menolak, (d) menantang
(8)               Pujian diikuti (a) menerima, (b) menyetujui (c) menolak, (d) menggeser, (e)                                  mengembalikan
            Berkaitan dengan pasangan ujaran terdekat itu, Schegloff (1970) memberikan rambu – rambu dalam menentukan pasangan ujaran terdekat. Menurutnya, pasangan terdekat itu memenuhi persyaratan berikut ini.
(1)               Paling panjang terdiri atas dua ujaran
(2)               Letak ujaran itu berdekatan dalam komponen ujaran
(3)               Setiap ujaran dihasilkan oleh pembicara yang berbeda.
(4)               Terdiri atas dua bagian (bagian pertama menuntut hadirnya bagian kedua yang                           sesuai).
            Selanjutnya Edmondson (1981) menegaskan perihal kesesuaian ujaran pertama dan kedua. Dikatakannya bahwa ujaran kedua dikatakan sesuai dengan ujaran pertama apabila ujaran itu dapat menunjukan bekerjasama dengan ujaran pertama. Peralihan tutur tidak hanya mengikuti pola pasangan ujaran terdekat, Ricahrds dan Schmidt (1983: 141-142) menyatakan bahwa peralihan tutur mempunyai kaitan erat dengan pencalonan topik yang dibicarakan.
4.                  Alih Tutur dalam Percakapan Sehari – hari
            Dalam percakapan sehari – hari, pergantian tutur berkenaan dengan pergantian peran pembicara dan pendengar. Berdasarkan hasil penelitiannya, Allwright berhasil mendeskripsikan cara mengambil ahli giliran bicara  dan memberikan giliran berbicara. Cara memberikan giliran dikelas dilakukan dengan cara seperti berikut :
(a)               Memberikan kesempatan pada peserta yang menginterupsi,
(b)               Memberikan giliran tanpa diminta,
(c)               Meminta secara pribadi penuturberikutnya ( memilih penutur berikutnya)
(d)               Meminta pada kelas.
Selanjutnya, cara mengambil giliran bicara dikelas dapat dilakukan dengan yaitu:
(a)               Menerima giliran sebagai tanggapan atas permintaan secara pribadi,
(b)               Mencuri giliran bicara yang sebenarnya diberikan pada orang lain,
(c)               Mengambil ahli giliran bicara secara bersama yang ditujukan pada umum (seluruh                     kelas),
(d)               Mengambil giliran bicara tanpa diminta dan kesempatan yang dimanfaatkan itu                          memang tersedia,
(e)               Mengambil giliran bicara secara pribadi tanpa diminta, untuk menunjukan bahwa                       dirinya memperhatikan,
(f)                Mengambil ahli giliran secara pribadi pada waktu kesempatan bicara diberikan pada                  umum,
(g)               Mengambil giliran bicara secara pribadi selama kegiatan belajar – mengajar                               berlansung, dan
(h)               Gagal menanggapi permintaan untuk mengambil ahli giliran secara pribadi.
            Cara mengambil giliran bicara pada umumnya berpasangan dengan cara memberikan giliran bicara pada mitra tutur. Dalam percakapan anak –anak, berdasarkan data yang terkumpul, pada umunya mengikuti pasangan ujaran terdekat. Pasangan ujaran terdekat merupakan salah satu wujud pola ahli tutur yang berupa melepaskan – memperoleh. Pola ahli tutur yang berupa pasangan ujuran terdekat secara rinci dideskripsikan pada bagian tersendiri.
5.                  Cara Mengambil Alih Giliran Bicara
            Selain pola ahli tutur yang mengikuti pasangan ujaran terdekat tersebut, dalam peristiwa percakapan, terdapat cara mengambil ahli giliran bicara yaitu suatu cara seorang penutur atau pembicara yang hendak berbicara. Cara mengambil ahli giliran bicara itu seperti di bawah ini.
(1)               Memperoleh
      Memperoleh giliran bicara merupakan suatu cara mengambil giliran bicara yang diberikan oleh pembicara terdahulu. Dalam hal ini, pembicara terdahulu memberikan kesempatan bicara pada mitra tuturnya agar segera mengambil ahli giliran bicara. Cara tersebut ditandai oleh diamnya pembicara terdahulu. Contoh:
Rudi : “Bagaimana kalau kita ngomong – ngomong?”
Rida : “Yah, ngomong – ngomong apa nih, ya?”
Rudi : “Musik, baik juga.”
Rida : “Musik, itu dunia saya. Sejak kecil, sudah main musik.”
Bagian yang di cetak tebal pada contoh diatas merupakan contoh cara mengambil alih giliran bicara berupa memperoleh giliran bicara.
(2)               Mencuri
      Mencuri giliran bicara merupakan cara mengambil ahli giliran bicara pada waktu pembicara yang terdahulu belum selesai berbicara, tetapi ia salam keadaan lengah. Contoh mencuri giliran terlihat pada percakapan anak seperi berikut.
Tuti : “Besok piknik ke Songgoriti.”
Nita : “Oleh – oleh ikan goreng, ya.”
Pada contoh diatas, ujaran Nita merupakan ujaran yang terjadi dengan ahli tutur mencuri. Ujaran itu merupakan ujaran tanggapan. Ujaran itu diucapkan pada saat Tuti sedang berbicara dan saat itu dia tidak memperkirakan Nita akan mengambil giliran bicara. Oleh sebab itu, respon Nita seolah – olah tidak menunjukan hubungan semantik.
(3)               Merebut
            Merebut merupakan cara mengambil alih giliran bicara pada saat pembicara yang terdahulu sedang berbicara dan masih ingin melanjutkannya. Alih tutur yang terjadi semacam itu pada umumnya dimaksudkan untuk memperoleh perhatian yang lebih dari mitra tuturnya. Contoh:
            Rama   : “Mau kacang?”
            Nita      : “Aku kacang asin dan...”
            Toni     : “Aku kacang atom saja!”
            Nita      : “Aku tambah aqua.”
(4)              Mengganti
            Mengganti merupakan cara mengambil ahli giliran bicara dengan cara mengganti atau melanjutkan bicara mitra tuturnya karena mitra tuturnya tidak mampu meneruskan bicara. Mengambil ahli gilirtan dengan cara tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan percakapan. Contoh:
            Rama   : “Ini tanda apa?” (menunjuk gambar sinyal)
            Nita      : “Mana? Yang gini – gini, ya. (sambil melambai lambaikan tangannya)                                              tandanya kereta api!”
            Rama   : “Tingtiong, tingtong, tingtong!”
            Nita      : “Tingtong, tingtong, tingtong!”
(5)               Menciptakan
            Menciptakan merupakan cara mengambil giliran dengan menciptakan inisiasi atau renisiasi sehingga tercipta pertukarn baru atau berikutnya. Contoh cara mengambil alih giliran bicara yang demikian itu tampak seperti dalam ujaran yang berfungsi sebagai inisiasi atau renisiasi. Contoh :
            Anak    : “Obat nyamuknya masih ada ndak, pak?”
            Bapak : “Ada di lemari.”
            Anak    : “Zia ngantuk, mau bobok.”
            Bapak : “Boboklah!”
Pada contoh diatas, Anak menciptakan inisiasi baru sebagai respon (cetak tebal).
(6)               Melanjutkan
            Melanjutkan merupakan cara mengambil giliran bicara berikutnya, karena mitra tuturnya tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan. Mengambil giliran dengan cara tersebut dilakukan apabila mitra tutur yang diberi kesempatan berbicara tidak segera mengambil. Contoh:
            Wildan : “He, Dik Mimin! Dari rumah aja, ya?”
            Mimin : “Ndak, Mas. Mampir – mampir.”
            Wildan : “Saya tertarik pada kegiatan Anda. (Mimin diam) Kegiatan kesenian itu,                                                  maksud saya. Mulai kapan Anda sibuk di bidang kesenian. (Mimin masih                                                  tetap diam) maksud saya, ceritakan pengalaman Anda mulai kecil.”
            Mimin : “A... pada mulanya, kami memang sudah berkeluarga kesenian, ...mulai dari                                   kakek, ibu, bapak, tante-tante, dan om. Jadi, sejak kecil, saya dan                                                            lingkungan saya, sudah kesenian.”
Bagian yang dicetak tebal pada contoh diatas merupakan bagian ujaran yang panjang. Bagian ujaran itu cukup panjang karena kesempatan yang diberikan pada mkitra tuturnya tidak dimanfaatkan.
6.                  Pasangan Ujaran Terdekat dalam Percakapan
            Pasangan ujaran terdekat merupakan salah satu pola alih tutur. Pasangan ujaran terdekat merupakan cara untuk menentukan penutur berikutnya. Secara ringkas, fungsi ujaran dalam percakapan adalah instrumental, regulatori, interksional, personal, heuristik, dan imajinatif. Fungsi – fungsi ujaran tersebut dijelaskan secara ringkas seperti berikut.
1)                  Fungsi instrumental: yaitu menggunakan unsur bahasa untuk  memenuhi kebutuhannya atau untuk mendapatkan layanan yang baik. Fungsi itu sering disebut fungsi “keinginan saya”. Fungsi tersebut antara lain : (a) meminta suatu objek umum, (b) meminta makanan, dan (c) meminta objek khusus. Contoh:
            Nina     : “Itu apa, Bu?” (menunjukkan bungkusan yang dibawa ibu)
            Ibu       : “Donat.”
            Nina     : “Mintak, mintak ...!”
            Ibu       : “Ambil satu.”
Bagian yang dicetak tebal tersebut merupakan ujaran yang tergolong sebagai ujaran pertama dalam pasangan ujaran terdekat. Ujaran itu termasuk tindak ujar permintaan sesuatu.
2)                  Fungsi regulatori: yaitu menggunakan unsur bahasa untuk mengontrol perilaku orang lain. Fungsi tersebut sering disebut “lakukan seperti yang kukatakan”. Fungsi itu seperti (a) meminta untuk melakukan suatu kegiatan, (b) meminta untuk melakukan tindakan yang khusus, (c) meminta izin melakukan sesuatu, dan (d) meminta untuk dibantu. Contoh :
            Joni      : “Ini Mas sepadanya.”
            Ari       : “Sudah kamu cuci?”
            Joni      : “Sudah.”
            Ari       : “Taruk situ dulu.”
            Joni      : “Ya.”
Bagian yang dicetak tebal diatas merupakan contoh ujaran yang berfungsi sebagai pengontrol perilaku mitra tutur. Ujaran itu merupakan tindak ujar perintah untuk melakukan suatu kegiatan.
3)                  Fungsi interaksional: yaitu menggunakan unsur bahasa untuk melakukan hubungan timbal balik dengan yang lain. Fungsi tersebut juga disebut fungsi “kamu dan aku”. Fungsi itu antara lain : (a) salam pada seseorang, (b) mencari seseorang, (c) menemukan seseorang, dan (d) menunjukan rasa simpati. Contoh:
            Rama   : “Mbak, Mbak! Dik Rama jatuh, Mbak.”
            Nina     : “Ini, ya yang sakit?”
            Rama   : “Ya.”
4)                  Fungsi personal: yaitu menggunakan unsur bahasa untuk mengekspresikan keunikan dirinya. Fungsi tersebut disebut juga fungsi “ini aku ada”. Fungsi itu antara lain: (a) berkomentar pada objek yang tampak, (b) berkomentar pada objek yang tidak tampak, dan (c) ekspresi perasaan seperti rasa tertarik, senang, keheranan, lucu, jengkel, dan mengingatkan. Contoh:
            Tamu   : “Hujan-hujan begini yang hanget-hanget enak, ya?”
            Ayah    : “Lho, Bu kopinya? Walah-walah, Bu, kok ora ngrewes awak-awak(“Aduh-                                  aduh, Bu, kok tidak memperhatikan kita”).
            Ibu       : “Oh, ya sampai lupa. Ntar, masak air dulu.”
5)                  Heuristik: yaitu menggunakan unsur bahasa sebagai alat untuk mempelajari dunia sekelilingnya. Fungsi itu disebut juga fungsi “katakan padaku, mengapa”. Contoh fungsi tersebut antara lain: (a) minta informasi, (b) mengucapkan rasa terima kasih, dan (c) menirukan. Contoh:
            Ibu 1    : “Bagus sekali kainnya, Jeng.”
            Ibu 2    : “Terima kasih. Ini hadiah si Menik, lho.”
            Ibu 1    : “Si Menik sekarang tinggal dimana to, Jeng?”
            Ibu 2    : “Ikut suaminya di Pekalongan.”
6)                  Imajinatif: yaitu menggunakan unsur bahasa sebagai alat untuk menciptakan sebuah lingkungan. Fungsi itu disebut juga fungsi “mari bermain’. Contoh fungsi tersebut antara lain: (a) bermain pura-pura dan (b) bersenandung atau bernyanyi. Contoh dibawah ini merupakan percakapan anak-anak pada saat bermain.
            Rama   : “Gambar apa?”
            Nina     : “Gambarnya Dik Rama jadi ibunya. Bapaknya ke kantor.”
            Rama   : “Kantor...” (tertawa bersama-sama)
  Fungsi – fungsi bahasa yang ditunjukkan dalam percakapan diatas tampak pada pasangan ujaran seperti bagian dibawah ini.
1)                  Pasangan tanya jawab
            Pasangan tanya jawab merupakan dua pasangan ujaran yang berupa pertanyaan dan jawaban. Ujaran yang pertama berupa kalimat pertanyaan dan ujaran yang kedua berupa jawaban. Contoh:
            Dosen              : “Kamu jadi cuti kuliah, ya?”
            Mahasiswa      : “Iya, Pak.”
            Dosen              : “Apa kamu tidak rugi waktu nanti?”
            Mahasiswa      : “Tampaknya tidak ada jalan lain, Pak.”
2)                  Pasangan pujian menerima dan menolak
            Pada percakapan sehari – hari juga dapat ditemukan pasangan ujaran terdekat yang berupa pujian penerimaan dan pujian penolakan, seperti contoh berikut.
            Tante               : “Aduh, bagus sekali bajunya!”
            Keponakan      : “Jelek, kok!”
            Tante               : “Ini... ini bagus. Beli dimana? Di Mitra, ya?”
            Keponakan      : “Ya!”
3)                  Pasangan keluhan-alasan
            Keluhan merupakan tindak tutur yang diungkapkan karena pembicara tidak menyukai atau tidak puas atas sesuatu yang dilakukan atau ditampilkan oleh pendengarnya. Keluhan dalam percakapan dapat berpasangan dengan alasan seperti contoh di bawah ini.
            Konteks : Nita nyobekin kertas
            Ayah    : “Kok digituin!”
            Nita     : “Ndak apa-apa disobek, ngge dolanan” (‘untuk mainan’)
            Ayah    : “Ya.”
4)                  Pasangan ajakan persetujuan dan penolakan
            Suatu ujaran digolongkan sebagai tindak tutur ajakan apabila ujaran itu dimaksudkan untuk mengajak pendengar untuk melakukan sesuatu. Dalam percakapan, ajakan dapat diikuti oleh ujaran yang persetujuan dan penolakan. Dibawah ini, merupakan contoh tindak ujar ajakan berpasangan dengan persetujuan.
            Ayah    : “Ayo, Bu kita njenguk Pak Soleh. Kabarnya terkena strok lagi.”
            Ibu       : “Lho, kapan? Ayo, kita ke sana nanti sore.”
5)                  Pasangan perintah penerimaan, penolakan, dan pembalikan
            Dalam percakapan sehari-hari ditemukan juga ujaran perintah yang berpasangan dengan penerimaan, penolakan, dan pembalikan. Di bawah ini merupakan contoh pasangan ujaran perintah dan penerimaan.
            Ayah                : “Ayo, anak-anak segera mandi! Sudah sore.”
            Anak-anak       : “Ya, Yah.” (sambil berebut ke kamar mandi)
6)                  Pasangan tawaran penerimaan
            Ujaran yang berupa tawaran dalam percakapan juga berpasangan dengan penerimaan. Pasangan ujaran tawaran penerimaan seperti tampak pada contoh berikut.
            Nina     : “Siapa yang minta permen?” (berteriak)
            Rama   : “Dik Rama. Dik Rama.”
            Nina     : “Ini, kamu stu saja.”
7)                  Pasangan panggilan jawaban
            Pasangan ujaran terdekat yang berupa panggilan dan jawaban sering ditemukan dalam percakapan sehari-hari. Pasangan panggilan dan jawaban seperti tampak pada contoh berikut.
            Nina     : “Dina! Sini, lho!”
            Dina     : “Ada apa Mbak?”
            Nina     : “Kita ngobrol-ngobrol aja.”
8)                  Pasangan ujaran permintaan izin pengabulan dan penolakan
            Dalam percakapan sehari-hari, permintaan izin dapat dikabulkan dan juga dapat ditolak. Pasangan permintaan izin dan pengabulan tampak pada contoh berikut.
            Anak    : “Bu, aku pergi belajar ke tempat Ernin! Ada tugas kelompok.”
            Ibu       : “Hati-hati, ya. Nanti pulang jam berapa?”
            Anak    : “Nggak terlalu malam, kok.”

























BAB III
PENUTUP
A.   Simpulan
Dari penjelasan dari bab II dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
            Alih tutur (turn taking) dalam suatu pertukaran dalam percakapan sangat penting. Terjadinya peralihan tutur merupakan syarat percakapan yang penting (Howe, 1983), karena peralihan tutur itu akan menimbulkan pergantian peran peserta dalam percakapan. Dalam percakapan sehari – hari, ada suatu konvensi bahwa apabila ada peserta yang lain sedang berbicara, peserta lain tidak di perkenankan memotong pembicaraan. Memotong pembicaraan merupakan suatu hal yang melanggar kaidah alih tutur. Apabila pemotongan pembicaraan terjadi berulang – ulang, peserta itu akan mendapatkan sangsi dari kelompoknya. Bahkan, pemotongan pembicaraan sering dianggap tidak sopan oleh beberapa orang.

B.   Saran
            Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita tentang Pola Alih Tutur. Dengan mengetahui pola alih tutur ini kita akan menjadi manusia yang yang bertutur sopan terhadap lawan bicara.
Dari pembahasan materi ini kami mengalami beberapa kendala dalam penyusunan makalah ini. Maka ada beberapa kesalahan oleh kami atau kekurangan. Oleh karena itu kami juga membutuhkan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.









Daftar Pustaka

Allwright, R.L. 1980. “Turns, Topic, and Tasks:  Pattern of Participation in Language            Learning and Teaching”. Dalam Larsen-Freeman, Diane (ed). Discourse Analysis in           Second Language Research. Rowly: New Bury House Pub.
Austin, J. L. 1962. How To Do Things with Words. New York: Clardon Press.
Edmondson, Willis. 1981. Spoken Language Acqusition. Oxford: Oxford University Press.
Kridalaksana, Harimuti. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia. Sintaksis. Jakarta:            PPPB.
Lubis, A. Hamid Hasan.1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya.
Samsuri. 1987. Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.

No comments:

Post a Comment

 

Sample text

Sample Text

Terima Kasih Telah Mengunjungi blog saya

Sample Text