BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Alih
tutur merupakan syarat percakapan yang penting karena peralihan tutur itu
menimbulkan pergantian peran serta dalam percakapan. Dalam percakapan
sehari-hari, pengaturan peralihan tutur tidak pernah ditemukan. Peralihan tutur
bergantung pada budaya pemakai bahasa. Meskipun demikian, peralihan tutur itu
mengikuti suatu kaidah dasar yang dirumuskan sebagai berikut: (1) jika
pergantian tutur itu telah ditentukan dengan menunjuk pembicara berikutnya,
peserta yang ditunjuk itulah yang berhak untuk berbicara pada giliran
berikutnya; (2) jika pergantian tutur tidak ditentukan sebelumnya, peserta
percakapan itu akan menentukan sendiri siapa yang harus berbicara pada giliran
setelah pembicara terdahulu memberikan kesempatan pada peserta lainnya, dan;
(3) jika pergantian tutur tidak ditentukan sebelumnya dan peserta lain tidak
mengambil inisiatif untuk menjadi pembicara, pembicara terdahulu dapat
melanjutkan pembicaraannya. Kaidah ideal tersebut tidak selalu berlaku dalam
kenyataan percakapan.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah
dijelaskan di atas terdapat beberapa masalah, yaitu :
1.
Pengertian ahli tutur?
2.
Model ahli tutur dalam percakapan di kelas?
3.
Pasangan ujaran terdekat?
4.
Apa saja yang terdapat di dalam alih tutur dalam percakapan
sehari –hari?
C.
Tujuan
Dari beberapa rumusan yang telah
diketahui ada beberapa yujuan yang akan dicapai :
1. Mengerti
tentang wacana lisan dalam percakapan.
2. Memahami
tentang apa – apa saja yang terdapat di wacana lisan pola ahli tutur.
D. Manfaat penulisan
Manfaat yang dapat
diperoleh dari penulisan makalah ini mencakup beberapa yang terkait diantaranya
sebagai berikut :
1.Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat
digunakan sebagai bahan referensi atau masukan tentang analisis wacana.
Analisis wacana sangat bermanfaat bagi mahasiswa calon guru.
2.Bagi Masyarakat
umum
Sebagai bahan
bacaan yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang analisis wacana. Dan
serta untuk menambahkan peran aktif masyarakat dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Ahli Tutur
Alih
tutur (turn taking) dalam suatu
pertukaran dalam percakapan sangat penting. Terjadinya peralihan tutur
merupakan syarat percakapan yang penting (Howe, 1983), karena peralihan tutur
itu akan menimbulkan pergantian peran peserta dalam percakapan. Hal itu sesuai
dengan pendapat sack (dalam Hawe, 1983 : 3-12) yang menyatakan bahwa percakapan
itu dapat terjadi apabila ada beberapa orang saling bergantian berbicara.
Percakapan melibatkan beberapa orang, tetapi tidak terlalu banyak melibatkan
orang.
Dalam
suatu percakapan orang dewasa, pada umumnya, para peserta telah mengetahui
tentang suatu konvensi siapa yang seharusnya berbicara, kapan harus berbicara,
dan berapa lama waktu yang digunakan berbicara ( Richards dan schmidt, 1983).
Dalam percakapan alamiah sehari –hari, pengaturan peralihan tutur itu tidak
pernah ditemukan. Menurut Richards dan Schmidt (1983 : 141-142), peralihan
tutur dalam masyarakat ada beberapa variasi. Peralihan tutur dikatakannya
tergantung pada budaya pemakai bahasa. Dicontohkan, perbedaan ahli tutur yang
terjadi pada anak – anak bangsa Amerika dan anak – anak Fiji keturunan India.
Alih tutur yng terjadi dalam percakapan itu ditentukan oleh kemauan dan
tanggung jawab peserta percakapan untuk mengembangkan percakapan.
Menurut
Sack , peralihan tutur mengikuti suatu kaidah dasar. Kaidah dasar itu
dirumuskan sebagai berikut. Pertama, jika pergantian tutur itu telah ditentukan
dengan menunjuk pembicara berikutnya, peserta yang ditunjuk itulah yang berhak
untuk berbicara pada giliran berikutnya. Kedua, jika pergantian tutur tidak
ditentukan sebelumnya, peserta percakapan itu akan menentukan sendiri siapa
yang harus berbicara pada giliran berikutnya, setelah pembicara yang
terdahulumemberikan kesempatan pada peserta lainnya. Ketiga, jika pergantian
tutur tidak ditentukan sebelumnya dan peserta yang lain tidak mengambil
inisiatif untuk menjadi pembicara, pembicara terdahulu dapat melanjutkan
pembicaraannya.
2.
Model Ahli Tutur
dalam Percakapan dikelas
Allwright
(1980 ; 168-169) dalam meneliti pergantian tutur dikelas menemukan pergantian
tutur yang tidak memenuhi kaidah tersebut. Dalam penelitiannya, Alwright
membedakan pola ahli tutur dari dua sudut pandang. Pertama, ahli tutur
dipandang dari segi pendengarnya, yaitu cara pendengar untuk mengambil giliran
bicara. Disini ahli tutur dilihat dari usaha pendegar angkat bicara.
Berdasarkan usaha pendengarnya, pergantian tutur dinamai pengambilan giliran
(turn getting).
Selanjutnya, dari segi pembicara
peralihan tutur dinamai pemberian giliran (turn giving). Untuk menunjukan pola
peralihan dari segi pembicara tersebut, Alwright (1980) menggunakan simbol
sebagai berikut.
(1)
– (tanda hubung): memberikan
kesempatan pada peserta lain yang menginterupsi.
(2)
0: memberikan giliran tanpa diminta,
baik pada khalayak umum atau pribadi.
(3)
P: menerima secara pribadi penutur
berikutnya.
(4)
G: meminta pada khalayak umum.
Dalam percakapan sehari – hari, pola
seperti yang dikemukakan Allwright diatas jarang dijumpai. Kategori yang
dikemukakan di atas tidak semuanya dijumpai pada ahli tutur dalam percakapan
sehari – hari. Menurut Richards dan Schmidt (1983;141-142), dalam percakapan
sehari –hari, terdapat kaidah ahli tutur yang paling mendasar. Dikatakannya,
apabila dalam suatu percakapan ada satu orang yang sedang berbicara, peserta
yang lain seharusnya tidak berbicara. Dengan kata lain, pada satu waktu dalam
percakapan, hanya ada satu pembicara.
3.
Pasangan Ujaran Terdekat
Pola
peralihan yang menggunakan pasangan ujaran terdekat itu banyak digunakan oleh pada
peserta percakapan. Menurut Cook(1989:53-57), pasangan ujaran terdekat itu
terjadi apabila ujaran seseorang dapat membuat atau memunculkan suatu ujaran
lain sebagai tanggapan. Sebagai contoh, ujaran yang berupa salam akan
memunculkan tanggapan yang berupa salam; ujaran panggilan akan memunculkan
tanggapan yang berupa jawaban, dan sebagainya. Selanjutnya, Cook menjelaskan
bahwa agar dapat memberikan tanggapan yang sesuai dengan ujaran yang
dikemukakan sebelumnya, seseorang peserta harus terlibat dalam penilaian setiap
ujaran mitra tuturnya sehingga yang bersangkutan dapat menanggapi ujaran
tersebut secara tepat.
Pasangan
ujaran terdekat itu terdiri atas dua ujaran. Ujaran pertama merupakan ujaran
penggerak atau pemicu ujaran kedua. Ujaran kedua merupakan tindak lanjut atau
tanggapan atas ujaran pertama. Untuk itu Cook (1989:54) membedakan ujran
tanggapan (ujaran kedua) menjadi dua macam, yaitu ujaran yang disukai dan tidak
disukai. Namun Cook mengingatkan bahwa kriteria untuk menentukan jenis
tanggapan tersebut bersifat tidak mutlak.
Hubungan antara ujaran pertama dan kedua dalam
kaitannya dengan dua jenis tanggapan dapat ditabelkan sebagai berikut.
Fungsi
Ujaran Pertama
|
Ujaran Kedua
|
|
Disukai
|
Tidak Disukai
|
|
1. Permintaan
2.
Penyampaian
3.
Penilaian
4.
Pertanyaan
5.
kutukan
|
Pengabulan
Penerimaan
Persetujuan
Jawaban yang
diharapkan
Penolakan
|
Penolakan
Penolakan
Tidak setuju
Jawaban yang
tidak diharapkan
penerimaan
|
Perbedaan
ujaran tanggapan dengan dua sisi (dikotomi) diatas sebenarnya sulit untuk
diterima. Dalam kenyataan sehari – hari, ujaran tanggapan itu mempunyai
beberapa kemungkinan tafsiran, misalnya sebuah pujian mungkin akan ditanggapi
dengan pelbagai kemungkinan seperti penerimaan, persetujuan, pergeseran, dan
pembalikan seperti contoh di bawah ini.
A : “Bajumu bagus sekali!” (pujian)
Kemungkinan tanggapannya :
B : “Terima kasih.” (penerimaan)
B : “Ya, memang ini bagus.” (persetujuan)
B : “Ah, jangan begitu inikan baju
bekas.” (penolakan)
B : “Ibu saya yang membelikan ini.” (penggeseran)
B : “Terima kasih. Saya juga suka
model
bajumu.” (pengembalian)
Richards
dan Schmidt (1983:127-130) mendeskripsikan beberapa kemungkinan pasangan ujaran
tersebut. Dibawah ini di contohkan beberapa kemungkinan pasangan ujaran
terdekat.
(1)
Salam diikuti salam
(2)
Panggil diikuti jawab
(3)
Tanya diikuti jawab
(4)
Salam pisah diikuti salam jalan
(5)
Menuduh diikuti (a) mengakui, (b)
mengingkari, (c) membenarkan, (d) memaafkan diri,
(e) menantang
(6)
Menawari diikuti (a) menerima dan (b)
menolak
(7)
Memohon diikuti (a) mengabulkan, (b)
menangguhkan, (c) menolak, (d) menantang
(8)
Pujian diikuti (a) menerima, (b)
menyetujui (c) menolak, (d) menggeser, (e)
mengembalikan
Berkaitan dengan pasangan ujaran
terdekat itu, Schegloff (1970) memberikan rambu – rambu dalam menentukan pasangan
ujaran terdekat. Menurutnya, pasangan terdekat itu memenuhi persyaratan berikut
ini.
(1)
Paling panjang terdiri atas dua ujaran
(2)
Letak ujaran itu berdekatan dalam
komponen ujaran
(3)
Setiap ujaran dihasilkan oleh
pembicara yang berbeda.
(4)
Terdiri atas dua bagian (bagian
pertama menuntut hadirnya bagian kedua yang sesuai).
Selanjutnya Edmondson (1981)
menegaskan perihal kesesuaian ujaran pertama dan kedua. Dikatakannya bahwa
ujaran kedua dikatakan sesuai dengan ujaran pertama apabila ujaran itu dapat
menunjukan bekerjasama dengan ujaran pertama. Peralihan tutur tidak hanya
mengikuti pola pasangan ujaran terdekat, Ricahrds dan Schmidt (1983: 141-142)
menyatakan bahwa peralihan tutur mempunyai kaitan erat dengan pencalonan topik
yang dibicarakan.
4.
Alih Tutur dalam
Percakapan Sehari – hari
Dalam
percakapan sehari – hari, pergantian tutur berkenaan dengan pergantian peran
pembicara dan pendengar. Berdasarkan hasil penelitiannya, Allwright berhasil
mendeskripsikan cara mengambil ahli giliran bicara dan memberikan giliran berbicara. Cara
memberikan giliran dikelas dilakukan dengan cara seperti berikut :
(a)
Memberikan kesempatan pada peserta
yang menginterupsi,
(b)
Memberikan giliran tanpa diminta,
(c)
Meminta secara pribadi
penuturberikutnya ( memilih penutur berikutnya)
(d)
Meminta pada kelas.
Selanjutnya, cara
mengambil giliran bicara dikelas dapat dilakukan dengan yaitu:
(a)
Menerima giliran sebagai tanggapan
atas permintaan secara pribadi,
(b)
Mencuri giliran bicara yang sebenarnya
diberikan pada orang lain,
(c)
Mengambil ahli giliran bicara secara
bersama yang ditujukan pada umum (seluruh kelas),
(d)
Mengambil giliran bicara tanpa diminta
dan kesempatan yang dimanfaatkan itu memang
tersedia,
(e)
Mengambil giliran bicara secara
pribadi tanpa diminta, untuk menunjukan bahwa dirinya
memperhatikan,
(f)
Mengambil ahli giliran secara pribadi
pada waktu kesempatan bicara diberikan pada umum,
(g)
Mengambil giliran bicara secara
pribadi selama kegiatan belajar – mengajar berlansung,
dan
(h)
Gagal menanggapi permintaan untuk
mengambil ahli giliran secara pribadi.
Cara mengambil giliran bicara pada
umumnya berpasangan dengan cara memberikan giliran bicara pada mitra tutur.
Dalam percakapan anak –anak, berdasarkan data yang terkumpul, pada umunya
mengikuti pasangan ujaran terdekat. Pasangan ujaran terdekat merupakan salah
satu wujud pola ahli tutur yang berupa melepaskan – memperoleh. Pola ahli tutur
yang berupa pasangan ujuran terdekat secara rinci dideskripsikan pada bagian
tersendiri.
5.
Cara Mengambil
Alih Giliran Bicara
Selain
pola ahli tutur yang mengikuti pasangan ujaran terdekat tersebut, dalam
peristiwa percakapan, terdapat cara mengambil ahli giliran bicara yaitu suatu
cara seorang penutur atau pembicara yang hendak berbicara. Cara mengambil ahli
giliran bicara itu seperti di bawah ini.
(1)
Memperoleh
Memperoleh giliran bicara merupakan suatu
cara mengambil giliran bicara yang diberikan oleh pembicara terdahulu. Dalam
hal ini, pembicara terdahulu memberikan kesempatan bicara pada mitra tuturnya
agar segera mengambil ahli giliran bicara. Cara tersebut ditandai oleh diamnya
pembicara terdahulu. Contoh:
Rudi : “Bagaimana
kalau kita ngomong – ngomong?”
Rida : “Yah, ngomong – ngomong apa nih, ya?”
Rudi : “Musik,
baik juga.”
Rida : “Musik, itu dunia saya. Sejak kecil, sudah
main musik.”
Bagian yang di
cetak tebal pada contoh diatas merupakan contoh cara mengambil alih giliran
bicara berupa memperoleh giliran bicara.
(2)
Mencuri
Mencuri
giliran bicara merupakan cara mengambil ahli giliran bicara pada waktu
pembicara yang terdahulu belum selesai berbicara, tetapi ia salam keadaan
lengah. Contoh mencuri giliran terlihat pada percakapan anak seperi berikut.
Tuti : “Besok piknik ke Songgoriti.”
Nita : “Oleh – oleh ikan goreng, ya.”
Pada contoh diatas, ujaran Nita merupakan
ujaran yang terjadi dengan ahli tutur mencuri. Ujaran itu merupakan ujaran
tanggapan. Ujaran itu diucapkan pada saat Tuti sedang berbicara dan saat itu
dia tidak memperkirakan Nita akan mengambil giliran bicara. Oleh sebab itu,
respon Nita seolah – olah tidak menunjukan hubungan semantik.
(3)
Merebut
Merebut
merupakan cara mengambil alih giliran bicara pada saat pembicara yang terdahulu
sedang berbicara dan masih ingin melanjutkannya. Alih tutur yang terjadi
semacam itu pada umumnya dimaksudkan untuk memperoleh perhatian yang lebih dari
mitra tuturnya. Contoh:
Rama
: “Mau kacang?”
Nita : “Aku kacang asin dan...”
Toni
: “Aku kacang atom saja!”
Nita
: “Aku tambah aqua.”
(4)
Mengganti
Mengganti
merupakan cara mengambil ahli giliran bicara dengan cara mengganti atau
melanjutkan bicara mitra tuturnya karena mitra tuturnya tidak mampu meneruskan
bicara. Mengambil ahli gilirtan dengan cara tersebut dimaksudkan untuk
mempertahankan percakapan. Contoh:
Rama : “Ini tanda apa?” (menunjuk gambar sinyal)
Nita
: “Mana? Yang gini – gini, ya. (sambil
melambai lambaikan tangannya) tandanya kereta api!”
Rama
: “Tingtiong, tingtong, tingtong!”
Nita
: “Tingtong, tingtong, tingtong!”
(5)
Menciptakan
Menciptakan
merupakan cara mengambil giliran dengan menciptakan inisiasi atau renisiasi
sehingga tercipta pertukarn baru atau berikutnya. Contoh cara mengambil alih
giliran bicara yang demikian itu tampak seperti dalam ujaran yang berfungsi
sebagai inisiasi atau renisiasi. Contoh :
Anak
: “Obat nyamuknya masih ada ndak, pak?”
Bapak
: “Ada di lemari.”
Anak
: “Zia
ngantuk, mau bobok.”
Bapak
: “Boboklah!”
Pada contoh diatas, Anak menciptakan inisiasi
baru sebagai respon (cetak tebal).
(6)
Melanjutkan
Melanjutkan
merupakan cara mengambil giliran bicara berikutnya, karena mitra tuturnya tidak
memanfaatkan kesempatan yang diberikan. Mengambil giliran dengan cara tersebut
dilakukan apabila mitra tutur yang diberi kesempatan berbicara tidak segera
mengambil. Contoh:
Wildan : “He, Dik Mimin! Dari rumah aja, ya?”
Mimin
: “Ndak, Mas. Mampir – mampir.”
Wildan
: “Saya tertarik pada kegiatan Anda. (Mimin
diam) Kegiatan kesenian itu, maksud saya. Mulai kapan Anda sibuk di
bidang kesenian. (Mimin masih tetap diam) maksud saya, ceritakan pengalaman Anda mulai kecil.”
Mimin : “A...
pada mulanya, kami memang sudah berkeluarga kesenian, ...mulai dari kakek, ibu, bapak, tante-tante, dan om.
Jadi, sejak kecil, saya dan lingkungan saya, sudah kesenian.”
Bagian yang dicetak tebal pada contoh diatas
merupakan bagian ujaran yang panjang. Bagian ujaran itu cukup panjang karena
kesempatan yang diberikan pada mkitra tuturnya tidak dimanfaatkan.
6.
Pasangan Ujaran Terdekat
dalam Percakapan
Pasangan
ujaran terdekat merupakan salah satu pola alih tutur. Pasangan ujaran terdekat
merupakan cara untuk menentukan penutur berikutnya. Secara ringkas, fungsi
ujaran dalam percakapan adalah instrumental, regulatori, interksional,
personal, heuristik, dan imajinatif. Fungsi – fungsi ujaran tersebut dijelaskan
secara ringkas seperti berikut.
1)
Fungsi instrumental: yaitu menggunakan
unsur bahasa untuk memenuhi kebutuhannya
atau untuk mendapatkan layanan yang baik. Fungsi itu sering disebut fungsi
“keinginan saya”. Fungsi tersebut antara lain : (a) meminta suatu objek umum,
(b) meminta makanan, dan (c) meminta objek khusus. Contoh:
Nina : “Itu apa, Bu?” (menunjukkan bungkusan yang dibawa ibu)
Ibu : “Donat.”
Nina : “Mintak,
mintak ...!”
Ibu : “Ambil satu.”
Bagian yang dicetak tebal tersebut merupakan
ujaran yang tergolong sebagai ujaran pertama dalam pasangan ujaran terdekat.
Ujaran itu termasuk tindak ujar permintaan sesuatu.
2)
Fungsi regulatori: yaitu menggunakan
unsur bahasa untuk mengontrol perilaku orang lain. Fungsi tersebut sering
disebut “lakukan seperti yang kukatakan”. Fungsi itu seperti (a) meminta untuk
melakukan suatu kegiatan, (b) meminta untuk melakukan tindakan yang khusus, (c)
meminta izin melakukan sesuatu, dan (d) meminta untuk dibantu. Contoh :
Joni
: “Ini Mas sepadanya.”
Ari
: “Sudah kamu cuci?”
Joni : “Sudah.”
Ari
: “Taruk situ dulu.”
Joni : “Ya.”
Bagian yang dicetak tebal diatas merupakan
contoh ujaran yang berfungsi sebagai pengontrol perilaku mitra tutur. Ujaran
itu merupakan tindak ujar perintah untuk melakukan suatu kegiatan.
3)
Fungsi interaksional: yaitu
menggunakan unsur bahasa untuk melakukan hubungan timbal balik dengan yang
lain. Fungsi tersebut juga disebut fungsi “kamu dan aku”. Fungsi itu antara
lain : (a) salam pada seseorang, (b) mencari seseorang, (c) menemukan
seseorang, dan (d) menunjukan rasa simpati. Contoh:
Rama
: “Mbak, Mbak! Dik Rama jatuh, Mbak.”
Nina
: “Ini,
ya yang sakit?”
Rama
: “Ya.”
4)
Fungsi personal: yaitu menggunakan
unsur bahasa untuk mengekspresikan keunikan dirinya. Fungsi tersebut disebut
juga fungsi “ini aku ada”. Fungsi itu antara lain: (a) berkomentar pada objek
yang tampak, (b) berkomentar pada objek yang tidak tampak, dan (c) ekspresi
perasaan seperti rasa tertarik, senang, keheranan, lucu, jengkel, dan
mengingatkan. Contoh:
Tamu
: “Hujan-hujan begini yang hanget-hanget
enak, ya?”
Ayah
: “Lho, Bu kopinya? Walah-walah,
Bu, kok ora ngrewes awak-awak” (“Aduh- aduh, Bu, kok tidak memperhatikan kita”).
Ibu : “Oh, ya sampai lupa. Ntar, masak air
dulu.”
5)
Heuristik: yaitu menggunakan unsur
bahasa sebagai alat untuk mempelajari dunia sekelilingnya. Fungsi itu disebut
juga fungsi “katakan padaku, mengapa”. Contoh fungsi tersebut antara lain: (a)
minta informasi, (b) mengucapkan rasa terima kasih, dan (c) menirukan. Contoh:
Ibu
1 : “Bagus sekali kainnya, Jeng.”
Ibu
2 : “Terima kasih. Ini hadiah si Menik,
lho.”
Ibu
1 : “Si Menik sekarang tinggal dimana to, Jeng?”
Ibu
2 : “Ikut suaminya di Pekalongan.”
6)
Imajinatif: yaitu menggunakan unsur
bahasa sebagai alat untuk menciptakan sebuah lingkungan. Fungsi itu disebut
juga fungsi “mari bermain’. Contoh fungsi tersebut antara lain: (a) bermain
pura-pura dan (b) bersenandung atau bernyanyi. Contoh dibawah ini merupakan
percakapan anak-anak pada saat bermain.
Rama
: “Gambar apa?”
Nina
: “Gambarnya Dik Rama jadi ibunya. Bapaknya ke kantor.”
Rama
: “Kantor...” (tertawa bersama-sama)
Fungsi – fungsi bahasa yang ditunjukkan dalam
percakapan diatas tampak pada pasangan ujaran seperti bagian dibawah ini.
1)
Pasangan tanya jawab
Pasangan
tanya jawab merupakan dua pasangan ujaran yang berupa pertanyaan dan jawaban.
Ujaran yang pertama berupa kalimat pertanyaan dan ujaran yang kedua berupa
jawaban. Contoh:
Dosen
: “Kamu jadi cuti kuliah, ya?”
Mahasiswa : “Iya, Pak.”
Dosen
: “Apa kamu tidak rugi waktu nanti?”
Mahasiswa
: “Tampaknya tidak ada jalan lain,
Pak.”
2)
Pasangan pujian menerima dan menolak
Pada
percakapan sehari – hari juga dapat ditemukan pasangan ujaran terdekat yang
berupa pujian penerimaan dan pujian penolakan, seperti contoh berikut.
Tante
: “Aduh, bagus sekali
bajunya!”
Keponakan
: “Jelek, kok!”
Tante
: “Ini... ini bagus. Beli dimana?
Di Mitra, ya?”
Keponakan
: “Ya!”
3)
Pasangan keluhan-alasan
Keluhan
merupakan tindak tutur yang diungkapkan karena pembicara tidak menyukai atau
tidak puas atas sesuatu yang dilakukan atau ditampilkan oleh pendengarnya.
Keluhan dalam percakapan dapat berpasangan dengan alasan seperti contoh di
bawah ini.
Konteks
: Nita nyobekin kertas
Ayah
: “Kok digituin!”
Nita
: “Ndak apa-apa disobek, ngge dolanan”
(‘untuk mainan’)
Ayah
: “Ya.”
4)
Pasangan ajakan persetujuan dan
penolakan
Suatu
ujaran digolongkan sebagai tindak tutur ajakan apabila ujaran itu dimaksudkan
untuk mengajak pendengar untuk melakukan sesuatu. Dalam percakapan, ajakan
dapat diikuti oleh ujaran yang persetujuan dan penolakan. Dibawah ini,
merupakan contoh tindak ujar ajakan berpasangan dengan persetujuan.
Ayah
: “Ayo, Bu kita njenguk Pak Soleh. Kabarnya terkena strok lagi.”
Ibu
: “Lho, kapan? Ayo, kita ke sana
nanti sore.”
5)
Pasangan perintah penerimaan,
penolakan, dan pembalikan
Dalam
percakapan sehari-hari ditemukan juga ujaran perintah yang berpasangan dengan
penerimaan, penolakan, dan pembalikan. Di bawah ini merupakan contoh pasangan
ujaran perintah dan penerimaan.
Ayah
: “Ayo, anak-anak segera
mandi! Sudah sore.”
Anak-anak
: “Ya, Yah.” (sambil berebut ke kamar mandi)
6)
Pasangan tawaran penerimaan
Ujaran
yang berupa tawaran dalam percakapan juga berpasangan dengan penerimaan.
Pasangan ujaran tawaran penerimaan seperti tampak pada contoh berikut.
Nina
: “Siapa yang minta permen?” (berteriak)
Rama : “Dik Rama. Dik Rama.”
Nina
: “Ini, kamu stu saja.”
7)
Pasangan panggilan jawaban
Pasangan
ujaran terdekat yang berupa panggilan dan jawaban sering ditemukan dalam
percakapan sehari-hari. Pasangan panggilan dan jawaban seperti tampak pada
contoh berikut.
Nina
: “Dina!
Sini, lho!”
Dina
: “Ada
apa Mbak?”
Nina
: “Kita ngobrol-ngobrol aja.”
8)
Pasangan ujaran permintaan izin
pengabulan dan penolakan
Dalam
percakapan sehari-hari, permintaan izin dapat dikabulkan dan juga dapat
ditolak. Pasangan permintaan izin dan pengabulan tampak pada contoh berikut.
Anak
: “Bu,
aku pergi belajar ke tempat Ernin! Ada tugas kelompok.”
Ibu
: “Hati-hati, ya. Nanti pulang jam berapa?”
Anak
: “Nggak terlalu malam, kok.”
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari penjelasan dari bab II dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Alih tutur (turn taking) dalam suatu pertukaran dalam percakapan sangat
penting. Terjadinya peralihan tutur merupakan syarat percakapan yang penting
(Howe, 1983), karena peralihan tutur itu akan menimbulkan pergantian peran
peserta dalam percakapan. Dalam percakapan sehari – hari, ada suatu konvensi
bahwa apabila ada peserta yang lain sedang berbicara, peserta lain tidak di
perkenankan memotong pembicaraan. Memotong pembicaraan merupakan suatu hal yang
melanggar kaidah alih tutur. Apabila pemotongan pembicaraan terjadi berulang –
ulang, peserta itu akan mendapatkan sangsi dari kelompoknya. Bahkan, pemotongan
pembicaraan sering dianggap tidak sopan oleh beberapa orang.
B. Saran
Semoga dengan
tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita
tentang Pola Alih Tutur. Dengan mengetahui pola alih tutur ini kita akan
menjadi manusia yang yang bertutur sopan terhadap lawan bicara.
Dari pembahasan
materi ini kami mengalami beberapa kendala dalam penyusunan makalah ini. Maka
ada beberapa kesalahan oleh kami atau kekurangan. Oleh karena itu kami juga
membutuhkan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
Daftar Pustaka
Allwright,
R.L. 1980. “Turns, Topic, and Tasks:
Pattern of Participation in Language Learning
and Teaching”. Dalam Larsen-Freeman, Diane (ed). Discourse Analysis in Second
Language Research. Rowly: New Bury House Pub.
Austin,
J. L. 1962. How To Do Things with Words. New
York: Clardon Press.
Edmondson,
Willis. 1981. Spoken Language Acqusition.
Oxford: Oxford University Press.
Kridalaksana,
Harimuti. 1985. Tata Bahasa Deskriptif
Bahasa Indonesia. Sintaksis. Jakarta: PPPB.
Lubis,
A. Hamid Hasan.1993. Analisis Wacana
Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Samsuri.
1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia.
Jakarta: Sastra Hudaya.
Samsuri.
1987. Analisis Wacana. Malang: IKIP
Malang.
No comments:
Post a Comment